06 May 2020

Jaket Merah Jambu 4 : Pernikahan

Jaket Merah Jambu 4 : Pernikahan
Rayhan menatap kertas undangan berwarna coklat muda yang dipegangnya. Sungguh, ini adalah pertama kalinya ia mengalami hal ini. Ditinggal nikah oleh seseorang yang dicintainya. Kenapa pula ia ditakdirkan untuk bertemu Ine? Hingga jatuh cinta padanya? Namun, takdir adalah takdir. Tak bisa ia sanggah jika memang sudah terlewati. Ia sudah dipertemukan dengan Ine yang telah membuatnya jatuh hati, dan dibuat patah hati karena perasaannya sendiri. Ya. Ia tak bisa begitu saja menyalahi Ine. Lagi pula itu haknya. Untuk dipilih dan menerima. Dan Rayhan, harus menerima keputusan itu.
Tiga minggu telah berlalu sejak kabar Ine akan menikah terdengar di telinga Rayhan. Tapi kenapa perasaan itu belum hilang? Kenapa ia masih merasa kepedihan yang begitu dalam? Bukankah ia telah mengikhlaskan Ine untuk orang lain?
“Han, dicari lagi tuh sama santri putri di depan” panggil Ade.
“Siapa sekarang?” Rayhan bertanya dengan kata ‘sekarang’, karena ini memang sudah ketujuh kalinya beberapa santri putri bolak-balik mencarinya hanya untuk meminta mengantarkan mereka ke pernikahan Ine.
“Pipit sama Sarah”
Rayhan terdiam dalam kebisuan. Kedua matanya masih memandangi kertas undangan coklat muda milik pasangan Ine Rahmawati dan Robi Afrizal Rizki.
“Ayolah, Han. Sampeyan tuh jangan galau terus. Bangkitlah, masih banyak cewe lain”
“Tapi gak tau kenapa saya bener-bener tresno sama Ine, De”
“Iya, saya ngerti. Saya juga pernah sakit hati kaya sampeyan, Han. Emang susah ngelupainnya. Tapi kan butuh waktu. Gak bisa kalau cuma sehari aja terus tiba-tiba sampeyan ngelupain orang yang sampeyan tresnoi. Mboten saged, Han” Riko berusaha membujuk Rayhan dengan halus agar segera mengikhlaskan Ine.
“Gimana ya, De?” kali ini Rayhan melepaskan pandangan dari kertas undangan itu.
“Bismillah.. sampeyan anterin aja dulu tuh santri putri. Kasian loh udah bolak-bolak terus kesini cuma buat nyariin sampeyan”
“Gak ada orang lain apa yang bisa nganterin?”
“Yang bisa nganterin sih banyak. Tapi cuma sampeyan yang tau tempatnya”
“Astaghfirullah…”

 27 Maret 2019
From : pengurus putri
Kang, berangkat ke undangan jam 2 ya. jangan sampai lupa
Rayhan membaca pesan itu dengan ragu. Jam 2 siang. Ia harus menuju tempat dimana ia akan bertemu dengan orang yang masih disukainya, namun bersanding dengan lelaki lain di pelaminan.
15.15 WIB
Semua santri putri yang ikut serta pergi ke undangan bersorak sorai karena telah sampai ke tempat yang dituju. Ingin segera menemui salah seorang temannya yang tengah bersanding di pelaminan, dan mengucapkan selamat atas pernikahannya.
“Mang, masuk yu” ajak Sarah yang juga ikut ke undangan pada Rayhan.
“Nanti, Sar. Duluan aja”
“Beneran?”
“Iya. Sarah duluan aja sana. Nanti ketinggalan yang lain tuh”
“O iya” Sarah menyadari kalau para seniornya telah berjalan ke area undangan “Ya udah deh, Sarah duluan ya mang. Yuk Mel” Sarah mengajak Mela yang menemaninya untuk mengajak Rayhan terlebih dahulu sebelumnya.
“Ayo” jawab Mela. “Duluan, Kang”
“Iya” jawab Rayhan.
Rayhan terdiam diatas jok sepeda motornya. Bingung ingin hendak kemana dan harus berbuat apa pada saat itu. Apa saya pulang aja? Tapi mang supir hafal jalan pulang gak ya? Aduh… saya belum sanggup ngeliat Ine Ya Allah, Rayhan berbicara dalam hati.
“Kang, gak ke dalam?”
“Eh, astaghfirullah. Saya lupa, mang” Rayhan terkagetkan dengan teguran dari mang supir yang membawa mobil rombongan santri putri.
“Lupa?” mang supir itu terheran-heran.
“E… ngga kok, Mang. Saya kedalam dulu, ya” Rayhan terburu-buru turun dari sepeda motornya. Kemudian berjalan menuju area undangan.

“Ine” Rayhan berbisik pada dirinya sendiri begitu melihat Ine yang bersanding di pelaminan dengan seorang lelaki yang diduga bernama Robi. Sedang bersalam-salaman dengan para tamu undangan dan menyapa mereka dengan ramah. Namun tak diduga, kedua mata Ine mengarah ke tempat Rayhan berada. Membuatnya sedikit kaget dan ingin segera menyapa Rayhan.
“Rayhan”
Rayhan segera mengalihkan pandangannya. Berpura-pura untuk melakukan sesuatu, meski ia sendiri tidak tau apa yang harus ia lakukan karena terlalu gugup dengan tatapan Ine.
“De, ada apa?” Tanya Robi, seorang lelaki yang kini telah menjadi pendamping hidup Ine.
“E.. enggak kok, Mas” jawab Ine pada suaminya.

“Loh, kamu Rayhan bukan? Teman Ine yang ke rumah buat ngembaliin jaket itu?” lontaran pertanyaan dari Pak Fadil –Abah (ayah) Ine- itu mengagetkan Rayhan dari samping. Pak Fadil mengenalinya. Karena memang kunjungan Rayhan ke rumah Ine tempo lalu itu cukup lama. Sehingga Pak Fadil semakin mudah mengenali wajah dan gerak gerik tubuh Rayhan.
“Oh, iya Abah” jawab Rayhan sedikit gugup. Kemudian membungkukkan badan untuk menyalami Pak Fadil “Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam.. Gimana kabarmu, Nak Rayhan?” Pak Fadil menepuk-nepuk punggung Rayhan.
“Alhamdulillah baik, Abah. Abah sendiri gimana kabarnya?” Rayhan bertanya dibalik kesedihan yang disembunyikannya.
“Baik juga..”
“Alhamdulillah kalau begitu”
“Kamu kesini sama siapa, Nak Rayhan?”
“Sama santri putri, Abah. Perwakilan dari teman-temannya Ine” ucap Rayhan sembari menunjuk para santri putri yang sedang makan setelah menyalami Ine.
“O… iya iya” Pria yang dipanggil ‘Abah’ itu mengangguk-angguk. “Hm… sekarang, kamu sudah punya calon?”
Pertanyaan Pak Fadil itu membuat Rayhan gugup setengah mati.
“Belum, Abah. Belum ada yang nyangkol” jawab Rayhan dengan sedikit gurauan. Meski dalam hatinya, ia menginginkan putri dari Pak Fadil bernama Ine Rahmawati-lah yang menjadi pendampingnya. Namun ia tersadar itu hal mustahil baginya karena Ine telah menjadi istri dari lelaki lain.
“Oh… tidak apa-apa ya, nak Rayhan. Kamu ini anaknya baik kok, sopan juga. Jadi insya allah jodoh kamu akan baik-baik juga kelak. Dan pasti akan datang pada waktu yang tepat.”
Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: