16 April 2024

Curug Panjang: Wisata Curug di Puncak Bogor

Curug menjadi salah satu tujuan bagi banyak orang untuk menghabiskan waktu liburan atau akhir pekan. Kesegaran dan keindahan alam di sekitar curug menjadi salah satu alasan mengapa wisata curug diminati banyak orang. Ditambah lagi, biasanya, air di curug juga lebih jernih dibanding air yang kita lihat di sungai-sungai tengah kota. Benar-benar membuat otak dan diri kita menjadi lebih segar ketika menghindari hiruk-pikuk ramainya perkotaan.

Salah satu curug yang mesti dikunjungi adalah curug panjang yang berlokasi di Kampung Situhiyang, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, tepatnya di lereng Gunung Paseban. Lokasi ini termasuk puncak bogor, loh.

Seperti halnya menempuh perjalanan menuju curug-curug lainnya, kita mesti melewati jalanan yang hanya cukup untuk 1 mobil, disertai belokan-belokan di antara kebun dan jurang. Yang jelas, tidak ada kendaraan umum untuk sampai ke sana. Kalau pun ada, mungkin sedikit sekali. Jadi sebaiknya kita gunakan kendaraan pribadi. Kalau tidak ada, ya bisa sewa kendaraan seharianlah.

Untuk memasuki curug panjang, kita hanya perlu membayar tiket sebesar Rp15.000 per orang dengan biaya parkir motor Rp5.000 dan mobil Rp10.000. Tapi khusus turis asing, biaya tiketnya menjadi Rp50.000 per orang.

Setelah melewati loket tiket, kita mesti berjalan kaki untuk sampai ke curug. Tenang saja. Jaraknya tidak terlalu jauh kok. Sedangkan untuk trek jalannya, memang agak licin. Tapi masih ada jalan yang memiliki pijakan-pijakan bebatuan dan aman untuk dilewati. Setidaknya, tidak terlalu curam.

Begitu sampai curug, kita akan disuguhkan dengan pemandangan air terjun yang begitu indah dan asri. Air terjunnya begitu lebat dengan warna air yang sangat bening, bersih dari kotoran. Tak heran banyak orang yang meramaikan curug panjang di akhir pekan.

Meski begitu, kita mesti berhati-hati ketika bermain di sekitar curug. Bahkan jika kamu ingin benar-benar berenang, sebaiknya gunakan pelampung yang disediakan di sana. Karena katanya, kedalaman curugnya sampai 7 meter loh. Pokoknya, stay safe ya selama di sana.

Selain disuguhi suasana yang asri dan sejuk, kita juga bisa membeli makanan atau minuman di beberapa warung sekitar curug. Mulai dari minuman hangat, mie, dan makanan lainnya. Hanya saja, sudah menjadi rahasia umum ya, kalau harga jajanan di tempat wisata itu, cenderung agak tinggi dari biasanya. Jadi ya, alangkah baiknya kalau kita bawa bekal makan dan minum sendiri dari rumah, hehe.

Jika kamu merasa cukup lelah setelah bermain air sepuasnya, jangan lupa mandi! Haha. Tapi tenang aja. Tarif kamar mandi di sana masih normal kok. Rp3000 saja untuk sekali mandi. Jangan lupa bawa pakaian ganti dan sabun dari rumah ya. Karena tidak ada tempat pembelian baju dan sabun di sana, hehe.

Biar agak terbayang dengan keindahan curugnya, aku mau spill beberapa foto yang diambil di sana. Semoga kamu suka!






 

 

 

08 April 2024

3 Bulan Magang di Republika Jabar

Kantor Republika Jawa Barat
Di kampusku, ada kewajiban untuk magang ketika liburan semester 5. Pas lagi bingung-bingungnya nyari tempat magang, aku ditawari temanku, Iva, untuk ikut magang bersamanya di Republika Jawa Barat. Setelah dipikirkan ulang, akhirnya aku mengiyakan tawarannya untuk magang di sana. Lumayan, biar ada teman juga.

Rupanya, kita magang di sana gak cuma berdua. Iva lebih dulu ditawari Ihsan, pacarnya, yang pernah ke kantor ReJabar (singkatan Republika Jawa Barat) untuk tugas industri visit. Untungnya, kita gak bertiga. Ada Kinan juga yang mau magang di sana. Setidaknya, aku gak akan jadi nyamuk di antara mereka berdua. Tapi sayangnya, Kinan gak jadi magang di ReJabar dan lebih memilih magang di kota kelahirannya. Dan seolah digantikan, tiba-tiba ada Haikal juga yang akhirnya ikut magang kami bertiga. Jadi, fix-nya, ada empat orang yang magang di ReJabar.

Akhir Desember 2023, kami pergi ke kantor pertama kali untuk menjumpai atasan di Republika. Dan, kami langsung diterima. Hanya saja, ReJabar mengharuskan kami magang selama 3 bulan. Padahal, kami hanya diwajibkan magang selama 1 bulan oleh jurusan. Jadi mau gak mau, kami harus kuliah sambil magang di 1 bulan terakhir masa magang. Tapi ya, gak papa juga. Toh nanti bakal terlewat juga kok.

Esok harinya, kami kembali ke sana untuk mulai magang. Tapi yang tidak kutahu, ternyata sudah ada Syfa dan Silmi yang juga magang di sana. Singkat cerita, di pertengahan Januari, jumlah peserta magang bertambah menjadi 13 orang. Itu pun berasal dari jurusan dan kampus yang sama, yakni KPI UIN BDG, dan 2 orang lagi dari kampus STIKOM.

Selama magang, kami diwajibkan hadir di kantor, setidaknya 3 hari per minggu. Selain ke kantor, kami juga mesti liputan. Bisa di 3 hari itu, atau kalau mau, bisa juga di hari lainnya.

Tapi, berbeda dari yang kukira, ternyata kami diprioritaskan untuk membuat konten media sosial. Jadi ketika kami liputan, ya liputannya untuk konten video. Ada scriptwriter, videografer, editor, dan voiceover, atau talent kalau diperlukan.

Jujur, menurutku ini seru. Kami ditugaskan liputan ke tempat-tempat yang sebelumnya belum pernah aku singgahi. Katakan saja, seperti Pasar Loak Astana Anyar dan Museum Inggit Garnasih yang berlokasi tak jauh dari Taman Tegalega. Karena selama ini, kalau aku jalan-jalan, ya gak jauh-jauh dari Asia Afrika dan Braga. Whehe.

Tapi, meski sering main ke Braga, ternyata ada juga tempat yang belum aku tahu. Salah satunya Pasar Antik Cikapundung. Haha. Lokasinya memang sering dilewatin kalau lagi jalan-jalan. Tapi Pasar Antik itu berada di lantai 3 di dalam gedung Cikapundung Electronic Center (CEC). Jadi ya aku tidak tahu. Masuk CEC saja aku jarang.

Selain itu, kami juga berkesempatan untuk meliput kondisi Braga pasca banjir pada awal Januari lalu. Yap, di balik estetiknya Braga yang terlihat di konten-konten media sosial, ada daerah pemukiman yang terdampak banjir akibat hujan deras. Hal itulah yang tidak terlihat orang-orang. Dan aku merasa beruntung pernah liputan langsung ke lokasi kejadian.

Pengalaman yang lebih langka lagi, yaitu saat aku berkesempatan untuk liputan di Gedung Sate. Ya kapan lagi aku masuk Gedung Sate kalau bukan untuk liputan kan? Haha.

Ternyata, pintu masuk Gedung Sate dijaga cukup ketat. Saat itu, acaranya adalah Launching Aplikasi Surabi dengan sambutan oleh PJ Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin. Untungnya, waktu itu aku ke sana bareng Haikal, yang udah pernah liputan ke Gedung Sate sebelumnya. Setidaknya, aku gak planga-plongo banget deh 😆.

Di akhir masa magang, tepatnya di pertengahan bulan Ramadan, aku liputan ke Masjid Lautze 2 bersama Kania dan Silmi. Karena momennya lagi Ramadan, jadi kami ambil sudut pandang bagi-bagi takjil di sana. Jujur, ini cukup berkesan sebagai liputan terakhirku. Karena tak hanya dipersilakan untuk mengambil video dan wawancara, kami juga disuguhkan takjil dan seporsi makanan ketika Maghrib tiba.

Benar-benar berkah banget deh. Belum lagi, suasana di sana begitu hangat, bagai melihat sebuah hubungan kekeluargaan meski tak ada hubungan darah. Yang bikin lebih kagum, ketika diwawancara, pengurus masjid menjawab bahwa donatur takjil dan ifthar di masjid ini berasal dari berbagai kalangan. Tak hanya yang beragama Islam. Orang-orang dari agama lain pun turut menyumbangkan hartanya untuk takjil dan ifthar. Benar-benar terkagum, kayak yang, Masya Allah, perbedaan agama benar-benar tak menghalangi kebersamaan di Indonesia ini.

Di tiga hari ketika kami ke kantor, kalau lagi gak liputan, kami mengobrol bersama atasan di Republika. Ada Pak Gunadi yang banyak bercandanya, Pak Opik yang ngajak bercanda tapi kadang serius juga tanpa diduga, Pak Edi yang lembut sekali kalau bicara, Pak Sandy yang masih muda tapi luas sekali wawasannya, atau siapa saja yang menyempatkan diri untuk mengobrol dengan kami di sela kesibukannya.

Tentu banyak ilmu yang didapat dari mereka. Dari mulai ilmu jurnalistik, sampai ilmu hitam (kecurangan di negeri ini) juga pernah disampaikan. Pokoknya nambah wawasan banget deh.

Di satu bulan terakhir magang, tiba-tiba kami dianjurkan untuk liputan dengan output tulisan. Itu pun tidak serta merta semua peserta magang harus nulis. Melainkan sesuai inisiatif diri mereka sendiri. Kalau mau, ya tinggal bilang ke Bu Arie, pimpinan redaksi ReJabar. Nanti beliau yang mengarahkan, kita harus liputan apa dan ke mana.

Ketika pertama kali mengajukan liputan ke Bu Arie, aku ditugaskan untuk liputan ke Gedung Sate seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, bersama Haikal. Tapi kali ini, kami ditugaskan untuk transkrip pidato Pj Gubernur dalam acara dan memotretnya saja. Jadi kami tidak benar-benar menulis sebuah berita.

Di liputan kedua, barulah aku ditugaskan untuk menulis sebuah feature. Tema feature-nya adalah dampak kenaikan harga beras bagi pemilik warung nasi dan ibu rumah tangga. Jadi, aku liputan dulu ke beberapa warung nasi untuk mewawancarai pemilik atau pegawainya. Tapi ya, namanya juga liputan, ada saja beberapa orang yang menolak untuk diwawancara. Alasannya, takut salah ngomong. Alhasil, aku harus cari warung nasi lain agar bisa mewawancarai pemiliknya.

Sepekan setelah liputan, aku baru menyelesaikan tulisannya karena terkendala beberapa hal. Selain itu, aku juga sempat mengikuti pelatihan konten kreator dulu di Bogor. Jadi transkripnya tertunda deh.

Beberapa hari kemudian, tulisanku benar-benar dipublikasi di website ReJabar. Meski begitu, tulisanku tidak lepas dari kesalahan tentunya. Ada beberapa sisi yang dikoreksi Bu Arie agar tulisanku layak tayang di ReJabar.

Liputan ketiga, aku ditugaskan untuk pergi ke tempat ngabuburit di Kota Bandung. Meliput kegiatan apa yang ada di sana dan mewawancarai pengunjungnya. Karena Bu Arie tidak menentukan tempat spesifiknya, jadi aku pilih saja Gasibu sebagai tujuannya. Sekaligus jalan-jalan sore juga ceritanya.

Selang beberapa hari, tulisanku dipublikasi di web ReJabar setelah dikoreksi Bu Arie sebelumnya. Sayangnya, ini menjadi tulisan kedua dan terakhirku di ReJabar. Karena masa magangku hampir habis dan aku pun mesti membagi waktu dengan kuliah.

Setidaknya, inilah sedikit ceritaku selama aku magang di Republika Jawa Barat. Sebenarnya masih banyak cerita lainnya. Tapi terlalu panjang untuk diceritakan di sini.

Pada intinya, magang di ReJabar itu seru. Tapi kita emang mesti menyesuaikan diri aja sama aturan di sana. Dan yang penting juga, harus  inisiatif kalau misalnya mau bikin konten atau liputan apa pun.

Sekian.

19 March 2024

Pemilu 2024: Tinta Ungu Pertama di Hidupku

 Telah sebulan berlalu, pesta demokrasi digelar serentak  di seluruh wilayah Indonesia. Dan nampaknya, hari ini, kita bisa lihat siapa orang selanjutnya yang akan memimpin negara Indonesia.

Tahun ini adalah pertama kalinya aku ikut terlibat dalam pemilihan presiden. Dan baru di tahun ini pula, aku jadi sering nonton konten politik mengenai ketiga cawapres yang terus-menerus kampanye sebelum Pemilu digelar.

Setelah semuanya berlalu, aku tersadar suatu hal. Bahwa tiktok tidak hanya berpengaruh pada dunia hiburan semata. Tapi juga berpengaruh di dunia politik untuk membangun citra para caleg maupun cawapres.

Sayangnya, tidak semua konten di tiktok itu benar-benar sebuah fakta. Apalagi soal politik. Beuh, banyak sekali propaganda yang muncul dan menyudutkan cawapres lain. Jika ada konten yang benar-benar sesuai fakta, kemungkinannya ada dua: mungkin, itu adalah akun milik media; atau pemilik akun itu yang benar-benar kritis.

Di masa politik, bukan sekali dua kali aku melihat konten yang menyudutkan cawapres lain. Bilang ada pengkhianatan kah, bilang ada yang dipecat dari menteri karena suatu kasuslah. Yang begitu-begitu, kalau penontonnya kurang melek politik, mungkin akan ikut terbawa arus dan ikut memojokkan cawapres lain. Dan sebagaimana yang kita tahu, tidak semua pengguna tiktok itu berasal dari kaum terpelajar. Ya minimal, lulus SMA gitu. Jadi ya, warga Tiktok cukup mudah untuk diambil perhatian dan emosinya.

Semua itu nampak jelas setelah hasil quick count usai pemilihan presiden ditampilkan di layar kaca. Terlihatlah siapa pasangan yang memenangkannya. Terlihatlah siapa yang paling "mencuri" perhatian warga Tiktok dengan buzzer-buzzernya.

Oh ya, jangan salah. Para buzzer itu jelas dibayar oleh suatu pihak agar menyebarkan konten mengenai cawapres yang didukungnya dan memuja-muji cawapres dalam kontennya.

Padahal, masyarakat lain sadar betul bahwa ada yang tidak beres dengan Pemilu 2024 ini. Dari salah satu sumber, aku pernah membaca bahwa Pemilu 2024 adalah Pemilu Indonesia terburuk sepanjang masa. Sial!

Aku tak ingin berpihak pada kecurangan, yang membangun dinasti keluarga dalam suatu pemerintahan. Hei, ini bukan negara kerajaan seperti Brunei Darussalam. Ini adalah Republik, maka tak semestinya ada dinasti kelurga dalam pemerintahan ini.

Di lain sisi, masyarakat mengagumi cawapres lain yang dipandang bisa membawa perubahan di negara Indonesia. Visi misinya lebih realistis, dan membawa demokrasi ke level tinggi dengan adanya interaksi tanya jawab antara cawapres dengan masyarakat. Dan itulah yang dirindukan para anak muda sekarang.

Beribu-ribu orang mendukungnya, mendatangi tempat kampanyenya tanpa undangan khusus ataupun dibayar sekian rupiah. Ini ajaib, banyak orang yang mengampanyekannya dengan sukarela, bahkan dengan kekreatifan yang dimilikinya.

Namun, semua itu seolah tidak ada apa-apanya dibanding pihak yang mendukung pembentukan dinasti keluarga. Segala harapan perubahan dari masyarakat hancur seketika setelah hasil penghitungan pemilihan presiden diumumkan.

Tak hanya masa kampanye yang meresahkan, usai Pemilu pun nampaknya banyak kecurangan. Beratus-ratus anggota KPPS dibuat kecewa karena data yang tercantum di aplikasi penghitungan suara berbeda dengan data yang dihitung secara manual. Bahkan perbedaannya tidak berhenti di angka puluhan, tapi sampai angka ratusan. Anehnya, suara yang melambung hebat hanya ada di salah satu paslon. Seolah-olah, ada pihak yang sengaja memanipulasi agar paslon yang dimaksud bisa melenggang ke istana negara.

Yang lebih membuat kecewa, puluhan petugas KPPS juga gugur setelah menunaikan tugasnya untuk mengawal Pemilu. Gajinya yang dibilang cukup besar per harinya diimbangi dengan keharusan petugas KPPS untuk bekerja dari pagi hingga larut malam dalam beberapa hari usai Pemilu serentak dilaksanakan.

Begitulah warna-warni Pemilu di tahun pertama tinta unguku. Membuatku menyadari bahwa pemerintahan sekarang memang sekejam itu. Seolah-olah, yang bersih disingkirkan, yang kotor dipelihara.

Oh ya, aku ingat ucapan seorang atasan di kantor tempatku magang, kurang lebih seperti ini: kalian gak perlu bingung milih presiden sekarang, karena ujung-ujungnya yang jadi presiden itu adalah yang berpihak pada elite global.

11 February 2024

Inggit Garnasih, Calon Ibu Negara Indonesia
Foto Bu Inggit dalam Rumah Bersejarah

Selama ini, mungkin kamu telah mengenali sosok Fatmawati sebagai istri Insinyur Soekarno yang menjahit bendera merah putih. Namun tak banyak orang tahu, sebelum Fatmawati, masih ada perempuan lain yang tak kalah banyak berkontribusi dalam kemerdekaan Indonesia.

Ialah Inggit Garnasih, istri kedua Insinyur Soekarno. Yap, Fatmawati adalah istri ketiga dari Insinyur Soekarno setelah Oetari yang merupakan anak dari HOS Tjokroaminoto; dan Inggit Garnasih yang menyediakan tempat tinggal untuk Soekarno semasa kuliah.

Soekarno dan Inggit terpaut usia yang cukup jauh. Ketika Soekarno menikahi Inggit, dirinya masih berumur 22 tahun. Berbeda jauh dengan Inggit yang telah berumur 35 tahun saat itu. Karena faktor itu pula, dalam rumah tangganya, justru Inggitlah yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar biaya kuliah Soekarno. Pekerjaan apapun ia lakukan, mulai dari membuat bedak, lulur, jamu, hingga kutang.

Selain mencari nafkah, Inggit juga tetap setia dan sering menjenguk ketika Soekarno dipenjara. Bahkan ia rela bolak-balik penjara untuk mengantarkan buku kepada Soekarno agar suaminya tidak tertinggal informasi. Benar-benar kesetiaan yang tulus dari wanita hebat dalam keadaan apapun.

Sayangnya, kisah cinta Soekarno dan Inggit mesti berakhir, kala Soekarno menemukan sosok Fatmawati di Ende dan jatuh cinta padanya. Ditambah lagi, Inggit belum bisa memberinya keturunan. Mereka pun bercerai setelah 20 tahun mengarungi pernikahan yang diwarnai perjuangan.

Namun, setelah bercerai dan suaminya menikahi wanita lain, Inggit justru tidak menyimpan dendam. Ia masih menerima istri-istri baru Soekarno sebagai tamu di rumahnya dan memberi wejangan/nasihat kepada mereka dalam menjalin rumah tangga bersama Soekarno. Sungguh, betapa tulusnya hatimu, Bu.

Setidaknya, itulah ringkasan cerita yang aku tangkap setelah mengunjungi Rumah Bersejarah Inggit Garnasih di Jalan Ibu Inggit Garnasih No. 8, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung.

Meski dikatakan sebagai rumah bersejarah, rumah tersebut tidak lagi seperti rumah zaman dulu karena telah dilakukan perbaikan. Selain itu, tidak ada perabotan rumah tangga apa pun di dalamnya. Tetapi kita bisa menemukan kisah Ibu Inggit di setiap sudut ruangannya, tepatnya di papan yang dipasang pada dinding rumah.

Dari sudut ke sudut, kita disuguhkan cerita Ibu Inggit yang menakjubkan sekaligus menyentuh hati. Dalam rumah itu pula, terdapat replika batu pipisan yang digunakan untuk membuat bedak dan jamu pada zaman dulu.

Di sini, aku termenung. Mengapa sosok setulus Ibu Inggit, justru jarang dilirik dalam sejarah? Mengapa seolah, hanya Fatmawati, yang berjasa besar dalam hidup Soekarno?

Jika saja, pada tahun 1943, Inggit dan Soekarno tidak bercerai, mungkin ialah yang menjadi ibu negara dan dibanggakan lebih banyak warga Indonesia. Tapi ya, kenyataan berkata lain. Kita tak bisa menyanggah hal itu.

Selain Oetari, Inggit, dan Fatmawati, sebenarnya masih ada beberapa perempuan lagi yang dinikahi Soekarno. Siapa saja persisnya, aku pun kurang tau. Tapi di sini aku sadar, bahwa aku cukup mengagumi Soekarno sebagai sosok pahlawan kemerdekaan Indonesia, bukan sebagai lelaki yang mudah menikahi wanita.

Rumah Bersejarah Inggit Garnasih

04 February 2024

Museum Gedung Sate, Wisata Sejarah di Kota Kembang

Tanpa direncanakan, beberapa temanku tiba-tiba mengajak jalan-jalan di suatu hari. Setelah berpikir berulang kali tempat apa yang akan dikunjungi, kami pun memilih Museum Gedung Sate sebagai tujuan jalan-jalan di hari itu.

Namun setibanya di Gedung Sate, kami dipusingkan dengan keberadaan tempat parkir motor dan pintu masuk menuju Museum Gedung Sate. Ternyata, tempat parkir motor terpisah dengan pintu masuk. Kami harus berjalan kaki sampai tiba di gerbang selanjutnya untuk menuju Museum Gedung Sate.

Setelah memasuki gerbang, ternyata kami masih juga dibingungkan dengan keberadaan museum Gedung Sate. Setelah berjalan-jalan di sekitar Gedung Sate dan bertanya pada beberapa petugas, ditemukan jugalah museum Gedung Sate yang kami cari.

Rupanya, museum Gedung Sate berada di sisi kanan kantor utama Gedung Sate. Jika kamu juga ingin berkunjung ke sana, kamu tinggal cari tempat yang di sana terdapat kursi-kursi ala kafe dengan payung di atasnya, dan ada tulisan Gesa Cafe di sekitar tempat tersebut. Jika tempat tersebut sudah ditemukan, kamu juga akan menemukan pintu masuk museum Gedung Sate.

Pintu masuk sudah ditemukan, maka kita tinggal memasuki museumnya dan membeli tiket di resepsionis. Untuk mengelilingi Museum Gedung Sate ini, kita hanya perlu membeli tiketnya dengan harga Rp5000 saja. Tapi perlu diingat, kita hanya bisa memasuki museum ini di hari Selasa-Minggu pada pukul 09.30-16.00. Meski begitu, sebaiknya hindari mengunjungi museum di pukul 12 sampai jam 1 siang, ya. Karena waktu tersebut merupakan waktu istirahat.

Jika tiket sudah dibeli, kita sudah bisa mengelilingi Museum Gedung Sate sepuasnya. Di dalamnya, tercatat sejarah Gedung Sate yang disusun dengan begitu apik dan rapi pada dinding di sekeliling ruangan. Dan jika bicara sejarah, tentu tidak terlepas dengan para tokoh yang ikut membangun dan mempertahankan Gedung Sate. Namun jika ingin beralih dari tulisan sejarah, kamu bisa memperhatikan beberapa miniatur Gedung Sate yang dipajang dengan lapisan kaca di sekitar ruangan.

Tak hanya menawarkan penyajian sejarah melalui tulisan, gambar, dan miniatur, pengunjung juga bisa menyaksikan film berdurasi kurang dari 10 menit mengenai sejarah Gedung Sate beserta 7 tokoh pahlawan Gedung Sate. Namun, aku tidak tahu apakah pemutaran film tersebut dilakukan di waktu-waktu tertentu saja atau dalam kurun waktu sekian jam sekali saja. Tapi jika boleh berbagi, saat aku dan teman-teman berkunjung ke sana, film diputar sekitar pukul 13.25 WIB. Dan ketika film diputar pun, ruang studio tidak harus dipenuhi pengunjung terlebih dulu. Jadi kita tidak akan lama menunggu.

Beralih dari film, kita akan menemukan lorong yang lebih gelap setelah keluar dari ruang pemutaran film. Namun, lorong tersebut tidak benar-benar gelap. Karena terdapat cahaya dari bawah lantainya yang berupa animasi bergerak dengan warna yang berganti-ganti. Tapi, bukan animasi orang-orangan kayak Upin dan Ipin atau Boboiboy, ya. Hehe.

Masih di sekitar lorong, kita akan menemukan pintu ruang visual. Di ruang visual ini, ada semacam layar LED yang menunjukkan seolah-olah di ruangan tersebut terdapat beberapa orang yang bekerja. Dan jika kita bergabung di sana, maka kita akan tampak juga seolah-olah kita memang sedang bersama orang-orang bekerja. Padahal, orang yang bekerja itu ya hanya animasi. Dan agar terlihat seperti zaman dulu, tampilan layar LED tersebut hanya menyajikan warna hitam, putih, dan cokelat.

Kalau sudah puas di ruang visual dan keluar dari lorong gelap, selanjutnya kita akan disambut lukisan-lukisan keren karya warga Bandung di lorong yang lebih terang. Lukisan-lukisan tersebut tersaji di atas kanvas sepanjang lorong. Mulai dari lukisan Gedung Sate sampai kesenian khas Jawa Barat, tersaji di lorong ini.

Buat kamu yang masih bingung di weekend ini mau ke mana, Gedung Sate bisa jadi tujuan yang pas untukmu menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga. Selain karena lokasinya yang strategis dan cukup dikenal, harga tiketnya pun masih di bawah harga seporsi seblak yang biasa kamu makan. Hayo ngaku??

Jadi, yuk berwisata sambil menyelami sejarah Gedung Sate di Museum Gedung Sate!


12 March 2023

Crisbar Space, Tempat Ngopi Murah di Ujungberung

Mencari tempat nongkrong yang murah dan asik barangkali jadi suatu pertimbangan bagi sebagian orang sebelum benar-benar mengunjunginya. Selain itu, akses jalan yang mudah dilewati juga jadi salah satu poin penting ketika pertama kali mengunjungi tempat tersebut.

Di Bandung Timur, khususnya Ujungberung, tentu banyak tempat yang sering dijadikan tempat ngopi baik bersama teman-teman atau sendirian untuk sekadar me time. Salah satunya adalah Crisbar Space-yang juga disebut Kopi Pabrik Sukahati-, yang letaknya tepat berada di sisi jalan, tak jauh dari Ubertos.
Ketika mengunjunginya, kamu akan melihat plang berwarna putih yang disertai tulisan CRISBAR SPACE berwarna kuning. Kemudian masuk, dan kamu akan menjumpai tempat parkir motor. Setelah itu, barulah akan ditemui bagian kasir untuk memesan makanan atau minuman.

Kalau membicarakan menu, sebenarnya di sini tidak terlalu banyak menu yang ditawarkan. Tapi kamu tetap bisa memilih untuk makan makanan berat atau ringan, atau mungkin sekadar minuman misalnya. Untuk harga sendiri, cukup terjangkau kok untuk standar kafe. Aku sendiri pernah membeli camilan sekaligus minumannya dengan total harga Rp19.000.

Dari segi fasilitas, Crisbar Space memiliki wastafel yang bisa dijumpai dengan mudah. Ya setidaknya, tidak harus ke toilet dulu untuk menemukan wastafel. Hal ini memang diutamakan sekali karena menu yang dihidangkan di sini tidak disertai sendok atau garpu. Jadi kalau tanganmu kotor sebelum makan, ya bisa cuci tangan dulu pakai sabun.

Selain wastafel, fasilitas yang tak kalah penting dari tempat nongkrong adalah wifi. Hehe. Sebagai salah satu orang yang mengincar tempat-tempat ber-wifi, fasilitas ini cukup penting bagiku yang senang ngopi sambil mengerjakan tugas. Untuk password wifi sendiri bisa kita tanyakan pada kasir atau pelayan yang ada di sana.

Sedangkan untuk konsep tempatnya sendiri, kafe ini mengusung konsep semi outdoor di mana pengunjung bisa duduk disertai atap, tapi tidak dalam ruangan tertutup. Namun karena hal ini pula, kita jadi akan menemui kucing-kucing di sana. Yang terkadang, sedikit mengganggu karena mereka sering mengincar makanan daging yang kita beli. Jadi kalau kamu makan di sana dan masih tersisa makanan di piringmu, siap-siap jadi incaran kucing deh. Hehe.



Karena tempatnya yang tidak terlalu luas, beberapa fasilitas lain seperti toilet dan musala bisa dengan mudah terlihat tanpa harus berjalan ke sana kemari. Sayangnya, tempat wudunya cukup terbuka. Jadi mudah terlihat para akhi, hehe. Dan sayangnya lagi, tidak ada peminjaman mukena di sana. Jadi untuk para perempuan yang terbiasa salat mengenakan mukena, mending bawa mukena sendiri ya.

Oke, jadi sekian sedikit ulasan dariku tentang Crisbar Space. Terlepas dari plus minusnya, tempat ini bisa jadi rekomendasi untukmu yang sedang mencari tempat berkumpul bersama teman atau menugas sekaligus me time. Selamat berkunjung.