12 July 2019

Infocus
"Ibunya lagi ada tamu. Jadi persentasi sendiri dulu aja, sambil di video" Fajar memasuki kelas sambil menenteng sebuah tas berisi infocus milik sekolah.
"Ibunya masuk gak?" tanya salah seorang siswa yang kebetulan berjalan didepan Fajar.
"Masuk"
      Fajar menyiapkan infocus untuk salah satu kelompok siswa yang akan mempersentasikan hasil kerjanya.
“Sekarang giliran kelompok siapa yang persentasi?” teriak Fajar, berusaha agar suaranya didengar semua teman sekelasnya.
 “Saya, Jar.” Ungkap Rifa mendekati Fajar, sambil membawa laptop di tangan kirinya.
“Taruh di meja aja laptopnya.” Fajar menunjuk laptop yang dibawa Rifa dengan dagunya.
“Meja sana?” Telunjuk kanan Rifa mengarah pada meja kedua dari pintu barisan depan.
“Iya”
     Rifa menurut. Diikuti Fajar untuk menaruh infocus yang masih satu meja dengan laptop milik Rifa. Lalu memasangkan kabel infocus ke laptop.
“Yeh, jadi.” Seru Fajar melihat layar infocus sudah menampilkan bayangan dari desktop laptop Rifa di atas papantulis putih yang menempel pada dinding.
“Masih burem, Jar!” seru Nila yang duduk di paling belakang.
“Iya, iya.” Fajar mengatur kejelasan bayangan layar dari infocus sambil berdiri membungkuk. “Udah jelas belum?”
“Belum belum”
“Udah, ya?”
“Gak jelas ih tulisannya”
“Eh…” Fajar terdengar sedikit mengeluh.
“Nah, udah udah.”
“Oke” Fajar berdiri tegak. “Rifa, persentasi!”
“Iya” Rifa terlebih dulu menjawab pertanyaan Fajar. “Kelompok lima!!! Eni, Rofah, Nisa, sama
Bagas”
“Duh, deg-degan” Nisa berkata pada teman sebangkunya, Laila. Lalu berdiri lemas dan berjalan ke depan kelas. Begitu juga Eni, Rofah, dan Bagas, berjalan dari bangkunya masing-masing dengan rasa malas yang tiba-tiba menyerang.
“Siapa yang ngevideo-in?” Tanya Fajar pada Rifa.
“Kamu ajalah” jawab Rifa.
“Yah, iyalah” Fajar sedikit menyesal telah menanyakan itu pada Rifa. “Hp siapa?”
“Em…” Rifa mengecek keempat anggota kelompoknya yang berdiri tak karuan. “Rofah, minjem hp”
“Hp aku?” Tanya Rofah.
“Iya. Kamera hp kamu kan bagus”
“Nih” Rofah menyodorkan handphone miliknya setelah mengambil dari saku seragam batiknya.
“Oke” Rifa menerima handphone dari Rofah. Dan kini beralih ke Fajar. “Jar, ini hpnya”
“Oke, sip” Fajar menyiapkan diri. Mencari tempat yang cocok untuk ia mengambil video dengan hasil yang bagus.
“Eni, Bagas, Nisa, ayo!” teriak Rifa pada ketiga anggota kelompoknya yang masih mengobrol dengan teman yang duduk di barisan depan. Berbeda dengan Rofah, yang telah berdiri di depan kelas sambil menghafal materi dari sobekan kertas yang dipegangnya.
“Iya” jawab Nisa. Lalu ikut berdiri di depan kelas menghadap teman-temannya bersama Rofah dan Rifa.
“Eni!” seru Rifa gereget pada Eni yang masih saja bercanda dengan Tio.
“He-eh he-eh”
“Gas!” kali ini Fajar yang berseru.
“Sip, Bos” jawab Bagas pada Fajar, yang dipanggilnya ‘Bos’ lantaran Fajar adalah ketua kelas XI MIPA 5.
     Persentasi pun dimulai. Dan berjalan dalam waktu 25 menit. Lantaran keheningan siswa saat ditanya ‘Ada yang mau bertanya?’. Ya, begitulah. Hanya beberapa siswa yang benar-benar memahami materi mapel Sejarah Kebudayaan Islam kali ini. Sehingga yang bertanya pun, hanya satu atau dua orang saja. Alhasil, kelompok lima resmi menutup persentasinya. Dan anggota kelompoknya berbubaran ke tempat asalnya masing-masing.

20 menit kemudian….
     Bu Asri, sang guru mata pelajaran SKI belum juga datang. Infocus pun belum dimatikan sejak kelompok lima selesai persentasi. Membuat kebosanan beberapa siswa meningkat. Ah, tidak hanya beberapa. Tapi semuanya. Akhirnya, sebagian siswa ada yang tidur, bercanda, menyetel musik keras-keras, bahkan ada yang keluar beli makanan.
     Begitu juga dengan Syifa. Kebosanan yang datang membuatnya mencoret-coret halaman belakang buku tulis SKI miliknya. Apa saja ia tulis. Nama lengkapnya, sahabatnya, keluarganya, dan teman-teman sekelasnya. Atau bahkan hanya membuat garis-garis tak tentu arahnya. Dengan semua pulpen yang ia punya.
“Cip, kamu lagi ngapain?” Tanya Lia yang baru saja menghampiri tempat duduknya yang sebangku dengan Syifa. Lalu duduk manis disampingnya.
“Corat-coret aja. Gak jelas, sih. Abis bosen. Bete”
“Gimana kalau kita keluar, yuk?” Lia menawarkan.
“Hmm” Syifa berpikir sebentar. “Nggak, deh. Males juga keluarnya”
“Yah…. Padahal mau aku traktir”
"Ye… ngerayunya bisa aja kamu. Nanti juga kalau udah nyampe kantin paling disuruh bayar sendiri”
“Iih, nggak.” Lia merengek. “Aku beneran nih..”
“Iya-in gak ya??”
“Iya ajalah…” Lia memasang muka memelas.
“Hmm. Nggaklah.” Syifa memutuskan. “Lagian juga kamu masih butuh jajan, kan? Buat nabung juga. Sayanglah…”
“Ih… gapapa”
“Lia, aku tuh gimana gak ngerti kamu coba? Aku tuh kasian sama kamu. Kamu juga anak pondok sama kayak aku. Jadi pasti sama-sama butuh uang. Oke?”
“Ncip…” Lia lagi-lagi merengek dengan memanggil Syifa dengan sebutan ‘Ncip’. Panggilan yang dikhususkan oleh Lia untuk Syifa.
“Nggak usah, Lia”
“Iih”
     Disamping keributan antara Syifa dan Lia, siswa lain justru memiliki ide untuk menghilangkan kejenuhan yang mereka alami.
“Nonton, sih” pinta seorang siswa dengan suara keras. Memberi kode pada orang di depan agar memutar film.
“Iya, sih” siswa yang lain menyetujui.
“Iya, Jar. Mumpung ada infocusnya tuh. Kan bisa nobar”
“Ada ibunya nggak lagi? Kalau ada gimana?”
“Ya ketahuan”
“Udah, gak ada Ibunya. Kan lagi ada tamu. Gak usah masuklah. Tanggung banget.”
     Para siswa bersaut-sautan antara pro dan kontra untuk memutar film melalui infocus.
“Nonton tah nonton?” tawar Rifa tiba-tiba. Karena ia pun merasakan hal yang sama seperti siswa lainnya. Bosan.
“Iya…” banyak siswa menjawab.
“Terserahlah” keluh seorang siswa yang kontra dengan hal itu.
“Film apa, nih?”
“Yang rame”
“Hantu”
“London Love Story 2”
“Ada apa aja, Rifa?”
“Coco, ACDS, Sweet Twenty, The legend, …” Rifa menyebutkan beberapa film yang ia miliki di laptopnya.
“Sini liat” aju Mila yang duduk sebangku dengan Rifa. Ingin mengetahui film-film yang dimiliki Rifa. “Ini, nih” Mila meng-klik satu film.
“Itu mah zombie, Mil”
“Gapapa, rame”
     Pemutaran film pun dimulai. Beberapa siswa yang antusias ingin menonton memperbaiki posisi duduknya. Meskipun tidak tahu pasti film apa yang akan diputar.
“Itu tuh nonton aja. Mau muter film seru katanya” Syifa meredakan rengekan Lia.
“Yaah…”
“Eni, muter film apa nih?” Tanya Syifa pada Eni yang duduk di depan bangkunya.
“Zombi katanya, sih”
     Hah? Zombie? Apaan sih, kok nontonnya zombie segala. Gak film lain aja gitu?, Syifa mendumel dalam hati. Karena ia pernah tau sekilas tentang film zombi. Dan itu sangat mengerikan baginya, walaupun banyak orang bilang kalau film zombie itu sangat seru. Ah, tidak.
     Berbeda dengan yang dialami Syifa. Di barisan paling belakang, ternyata Raja baru saja terbangun dari tidurnya
“Huaah..” Raja membuka mulutnya lebar-lebar. “Ini ada apaan sih ribut-ribut?”
“Nonton” jawab Siska yang duduk disebelah Raja.
“Bu Asri gak ada?” Raja terbangun dari posisi tidur duduknya.
“Gak tau.” Siska menaikkan kedua bahunya. “Masih ada tamu katanya”
“Oh. Film apa, nih?”
“Gak tau juga. Liat aja dulu” Siska menopang dagunya dengan telapak tangan kanan yang mengepal.
     Film berjalan sebagaimana mestinya. Tapi begitu mulai mendekati konflik, Syifa memilih untuk menidurkan kepalanya di atas meja. Atau sesekali membuka gorden jendela di samping kanannya.
     Bu Asri, gumam Syifa. Dari dalam, ia melihat Bu Asri sedang berbincang bersama seorang pemuda tak jauh dari pintu kelasnya. Tapi di dalem kelas lagi nonton film. Semoga aja lama, harapnya.
     Syifa memandang ke seisi kelas. Dan tidak ada raut kekhawatiran di antara wajah teman-temannya. Begitu santai.
“Li” Syifa berbisik pada Lia.
“Apa?”
“Ada Bu Asri”
“Iya?”
“He-eh”
"Ya udahlah”
     Cukup lama setelah Syifa melihat Bu Asri dan seorang pemuda berbincang di luar kelas.
“Ada Ibu.” 
     Seorang siswa yang duduk di sebelah pintu kelas memberitahu. Setelah melihat Bu Asri yang kelihatannya akan memasuki kelas, Karena perrbincangannya bersama seorang pemuda tadi telah selesai.
     Fajar yang mendengar laporan itu merasa khawatir. Dan menyuruh RIfa untuk segera menghentikan filmnya dan kembali ke materi pelajaran. Namun apa daya, Bu Asri telah terlanjur masuk dengan keadaan kelas yang masih ribut.
“Assalamu’alaikum” Bu Asri berjalan dengan cepatnya.
“Wa’alaikumussalam, Bu”
     Sontak, semua siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing. Sedangkan Rifa masih proses untuk keluar dari file film-nya.
“Cabut infocusnya!” perintah Bu Asri begitu duduk di kursi guru.
     Fajar langsung mengerjakan perintah Bu Asri. Dengan perasaan yang campur aduk. Khawatir, takut, dan cemas.
“Ini apa maksudnya?” Bu Asri memulai interogasinya
Semua siswa terdiam.
Gawat, Rifa merasa bersalah dalam hatinya.
“Apa? Nonton film pake infocus sekolah. Nonton apa kalian tadi? Hah? Cium-ciuman?”
“Bukan, Bu.”
 “Apa? Peluk-pelukan?”
“Nggak, Bu”
“Zombi” jawab seorang siswa.
“Awas ya kalau kalian nonton kayak gituan. Mending pake laptop sendiri aja. Ini? Enak-enaknya
nonton pake infocus sekolah.” Bu Asri diam sejenak. “Enak?”
“……”
“Infocus. Punya sekolah loh. Dipake nonton sekelas. Gak sopan kalian. Tanpa izin pula. Setidaknya, izin dulu kalau mau pake infocus sekolah buat kebutuhan tertentu. Tapi itu pun tidak untuk nonton film yang gak berguna. Mending nontonnya sejarah, yang bermanfaaat. Atau apa gitu yang lainnya”
“…….”
“Kalau wali kelas kalian tau, kalian bisa kena poin massal, tau? Tapi sekarang Bu Tia lagi sakit. Kalian tau wali kelas kalian lagi sakit?”
“Tau, Bu”
“Kan gak mungkin kalau Ibu jenguk Bu Tia terus ngelaporin kalau kalian kayak gini? Lucu tau. Lucu. Kalian mau dilaporin?”
“Nggak, Bu”
“Ya gak akan Ibu laporin. Karena Bu Tia lagi sakit. Kan kasihan. Kalau ternyata Bu Tia nambah sakit gara-gara masalah kalian, kalian mau?”
“Nggak, Bu”
Ibu, kami minta maaf” ucap salah seorang siswa.
“Untuk kali ini. Untuk kali ini saja, Ibu maafkan kesalahan kalian. Dan ingat, jangan ulangi kesalahan ini lagi. Apalagi kalau yang ngajarnya guru yang killer. Bahaya kalian”
“Iya, Bu. Makasih udah dimaafin”
“Ingat. Jangan diulangi lagi”
“Iya, Bu”

   Hanya Untuk Menghibur
😄 
Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: