01 November 2020

Rahmatnya Allah

 Pada suatu siang di bulan Ramadhan.

"Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh." Ustadz Junaedi memberi salam setelah menduduki sebuah kasur lipat yang telah disediakan.

"Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh" jawab semua santri putri yang berada di ruangan yang sama.

Beberapa saat, Ustadz Junaedi yang lebih akrab disapa Kang Juned tersebut membacakan hadhoroh. Kemudian mengisyaratkan semua santri putri yang berada di depannya untuk membaca ummul kitab.

"Al-Faatihah."

"A'uudzubillaahi minassyaithoonirrojiim. Bismillaahirrohmaanirrhiim. Alhamdulillaahi robbil 'aalamiin......…(dst.)"

"Sampe mana wingi?" (Sampai mana kemarin?)

Kang Juned membuka lembaran-lembaran dalam kitab 'Ushfuriyyah yang beliau pegang. Menanyakan kepada para santri yang berada di depannya sampai mana beliau memaknai kitab di hari kemarin.

"Halaman wolu, Kang." (Halaman delapan, Kang), jawab salah seorang santri.

"Halaman wolu, tah?"

"Enggih." (Iya)

 "O iya. Wis yu mulai. Bismillaahirrohmaanirrohiim."

 Kang Juned mulai memaknai kalimat-kalimat dalam kitab 'Ushfuriyyah dengan mengucap bismillah untuk mengawalinya. Sedangkan para santri memaknai kalimat-kalimat dalam kitab 'Ushfuriyyah yang dimiliki masing-masing sesuai apa yang mereka dengarkan dari Kang Juned.

 Sepuluh menit berlalu. Suasananya masih sama. Para santri mendengarkan maknaan kitab dari Kang Juned untuk dituliskan kembali. Dan mendengarkan penjelasan dari Kang Juned jika beliau berhenti memaknai.

 Dua puluh menit berlalu. Namun, kini terdengar suara gerimis dari luar kamar yang disulap menjadi kelas ini. Membuat sebagian santri celingak celinguk ke arah luar sana melalui jendela. Mempertanyakan kabar jemuran mereka.

 Hujan semakin deras. Membuat sebagian santri tak sabar untuk menyelamatkan jemuran pakaian mereka dari derasnya hujan. Namun, ngaji pasaran masih berlangsung.

 "Yah.... Hujan." Terdengar keluh beberapa santri.

 "Kang, boleh angkatin jemuran dulu, gak?"

 "Sok mangga."

 Akhirnya, para santri diizinkan keluar dari kelas melalui pintu kedua kamar untuk mengambil jemuran setelah seorang santri meminta izin pada Kang Juned. Maklum. Karena Kang Juned sendiri adalah santri putra yang tinggal di pesantren yang sama. Jadi, setidaknya beliau tahu gimana rasanya kalau jemurannya kehujanan. Mungkin.

 Satu per satu, para santri yang sebelumnya menyelamatkan jemuran memasuki kelas kembali. Sementara sebagian santri yang lain menunggu di kelas karena merasa tidak memiliki pakaian yang sedang dijemur.

 Tidak sampai sepuluh menit, ruangan kamar yang digunakan untuk mengaji pasaran ini telah dipenuhi hampir semua santri. Lalu, tiba-tiba Kang Juned bertanya.

 "Sampeyan wedi ning rahmate Allah?" (Kalian takut dengan rahmatnya Allah?)

 Semua terdiam. Tak mengerti apa yang Kang Juned maksud.

 "Oralah, Kang." (Nggaklah, Kang), celetuk salah seorang santri.

 "Maksude priben, Kang?" (Maksudnya gimana, Kang?). Santri lain lagi bertanya.

 "Ikilih. Hujan. Masa hujan teka jeh malah pada jerit, ngeluh. Kan hujan iku rahmate Gusti Allah." (Ini nih. Hujan. Masa hujan datang malah pada menjerit, mengeluh. Kan hujan itu rahmatnya Gusti Allah).

 "Ya beda maning, Kang." (Beda lagi, Kang)

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: