25 April 2020

Jaket Merah Jambu 1 : Bertemu

Jaket Merah Jambu 1 : Bertemu
Kejadian ini dimulai saat awal liburan pesantren. Ketika Ine dan Rayhan ditakdirkan untuk bertemu pertama kalinya.
"Sarah, udah ada kang Rayhan di depan." Mila memberitahu Sarah bahwa ia telah ditunggu pamannya di pintu depan pesantren putri.
"Iya, Mba"
"Cepetan itu kang Rayhannya udah nunggu dari tadi. Kasian" 
"Iya, mba Mila. Ini aku lagi nunggu mba Ine masih di kamar mandi"
Kebetulan, Ine datang pada saat itu juga.
"Yuk, Sar." Ajak Ine sambil merapikan kerudung segiempatnya.
"Benerin dulu kerudungnya, Ine" perintah Mila greget.
"Iya. Ini lagi dibenerin" Ine menyematkan jarum di balik dagunya.
"Jangan buru-buru, mba Ine. Awas malah kena jarum lagi jarinya”
"Nah, udah kok. Rapi gak, Sar?"
"Rapi udah. Itu mang*nya Sarah udah nungguin loh. Kasian daritadi. Katanya pengen bareng" Mila menyela saking gregetnya.
"Hehe. Iya iya" Ine memakai jaket merah muda yang cukup tebal miliknya. Karena cuaca di luar memang cukup dingin saat itu.
"Udah siap, mba Ine?"
"Udah. Yuk"
"Oke"
"Mil, saya pulang duluan ya" Ine bersalaman dengan Mila. Diikuti dengan Sarah yang juga bersalaman dengan Mila.
"Iya. Ati-ati"
"Assalamu'alaikum" Ine dan Sarah mengucapkan salam bersamaan.
"Wa'alaikumussalam"

Baca juga : Jaket Merah Jambu 2 : Rumah

Ine dan Sarah keluar dari pintu pesantren putri. Dan pada saat itulah, Ine dan Rayhan bertemu dan berkenalan.
"Mang" Sarah memanggil Rayhan yang menghadap ke belakang.
"Eh, Sarah." Rayhan mengulurkan tangannya, dan disambut oleh Sarah untuk bersalaman.
“Udah siap?"
"Udah, Mang"
Rayhan menengok ke arah perempuan yang berdiri di samping keponakannya. Lalu tersenyum lembut dan dibalas senyum kembali oleh perempuan berumur 24 tahun itu.
"Mba Ine, Mang" Sarah memperkenalkan Ine terlebih dahulu sebelum Rayhan menanyakannya.
"Oh, iya.” Rayhan tersadar. “Saya Rayhan"
“Kang Rayhan” Ine mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Okelah. Udah kenalan, kan sekarang? Sekarang pulang, yuk” pinta Sarah.
“Eh. Ayo ayo”
Ketiganya pun berjalan bersamaan. Rayhan disamping kanan, Ine di samping kiri, dan Sarah diantara keduanya.


Tiba di terminal.
Rayhan mengusap-ngusap kedua lengan dengan kedua telapak tangannya pula. Mengartikan ia sedang kedinginan saat itu. Karena memang, kota Cirebon baru saja diguyur air hujan ketika mereka masih di dalam mobil 20 menit yang lalu. Jadi, efek dinginnya masih terasa.
Kasihan kang Rayhan. Apa aku kasih pinjem jaket aja kali, ya? Tapi kan warna merah muda. Dia malu gak ya pakenya? pikir Ine menimbang-nimbang. Biar sajalah, daripada nanti kang Rayhan malah sakit nyampe rumah. Lagian juga rumah aku udah deket ini.
“Kang, kedinginan ya?” tanya Ine memberanikan diri.
“Nggih, Mba. Cuacanya kan emang dingin”
“Mau saya pinjamkan jaket?” Ine menawarkan dan menaikkan kedua bahunya. Menunjukkan jaket yang sedang dikenakannya.
Rayhan mempertimbangkan tawaran Ine. Warna merah muda? Gak masalah sih. Tapi kan mba Ine juga belum sampe rumah, pikir Rayhan.
“Mboten, mba. Matur suwun” Rayhan menolak secara halus.
“Gak papa. Baju kang Rayhan itu tipis banget loh. Yang ada kang Rayhan malah masuk angin nanti sampe rumah” Ine mulai melepas jaket dari tubuhnya.
“Mboten, Mba. Saya ini kan lelaki. Jadi ya insya Allah kuat.”
“Nggak, Kang. Mau lelaki atau perempuan, ya bisa sakit juga.”
“Loh, kalau jaket mba Ine dikasih ke saya, mba Ine yang nanti sakit. Janganlah” Rayhan menolak lagi.
“Nih, kang. Dipake jaketnya” Ine memberikan jaket merah muda miliknya itu pada Rayhan.
“Mba. Mboten mekoten”
“Mboten punapa, Kang.” Jawab Ine dengan Bahasa jawa “Rumah saya sudah dekat dari terminal ini,
kok. Tinggal naik angkot lima menit lagi juga sampai. Rumah kang Rayhan kan masih jauh. Belum lagi nganter Sarah” Ine berdalih. Meskipun sebenarnya, Ine juga tidak tahu persis dimana rumah Rayhan. Tapi setidaknya, ia tahu kalau Rayhan akan mengantar keponakannya terlebih dahulu ke rumah. Jadi ia rasa, rumahnya tidak akan jauh dari rumah keponakannya.
“Mba Ine ini maksa, ya. Ya sudah. Matur suwun, Mba.”
“Sewangsule, Kang” Ine tersenyum pada Rayhan.
Dan kali ini, Rayhan merasa ada yang berbeda. Perhatian yang diberikan perempuan itu, dan senyumnya yang sangat meneduhkan hati. Sungguh membuat jantung Rayhan berdegup lebih kencang dari biasanya.
“Cie… mang Rehan” Sarah yang ada disamping Rayhan menyuraki. “Dapet senyumnya mba Ine”
“Eeh” Rayhan menyembunyikan rasa malunya.
“Iih, Sarah” diikuti Ine yang tersipu mendengar celotehan perempuan yang berumur 10 tahun dibawahnya itu.
“Mba Ine, itu mobil angkot yang ditunggu mba Ine, kan?” tanya Sarah mengalihkan perhatian. Tapi kalau soal angkot yang datang, memang benar adanya.
“Oh, iya” jawab Ine setelah melihat angkot yang ditunggunya datang. “Saya duluan ya, Sarah, kang Rayhan”
“Iya, Mba. Mangga” Rayhan mempersilakan dan menelungkupkan kedua tangannya seperti pertama berkenalan satu jam yang lalu dengan Ine, Diikuti Ine yang juga melakukan hal yang sama.
“Iya, Mba” berbeda dengan Rayhan, Sarah yang sama-sama perempuan bersalaman dengan mencium punggung tangan kanan Ine.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam” jawab Sarah dan Rayhan bersamaan.
“Hati-hati, mba Ine” Sarah terakhir bicara. Lalu dibalas dengan Ine yang mengacungkan ibu jari tangan kanannya dan menaiki angkot yang telah mendekat.

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: