Perjalanan jauh tentu merupakan hal yang melelahkan. Entah itu naik kendaraan umum atau kendaraan pribadi, keduanya memiliki ketidakenakannya tersendiri.
Naik kendaraan umum misalnya, ya tentu saja ongkos yang mahal. Apalagi, baru-baru ini kan harga BBM naik. Lalu kita juga tidak bisa berhenti di sembarang tempat. Misalnya, kita sudah membayar ongkos penuh sampai tujuan di tempat sewaktu menaiki kendaraannya. Namun saat masih di tengah jalan, waktu salat hampir berakhir. Atau misalkan, ingin salat dulu saja walaupun waktu salatnya masih lama.
Lain lagi kalau naik kendaraan pribadi. Kalau kita yg mengendarai, fokus harus selalu terjaga dan menghindari lamunan. Tapi ya enaknya, kita bisa berhenti atau mampir-mampir dulu. Misalnya berhenti di rumah makan, jajan di pinggir jalan, atau salat di masjid atau musala terdekat. Apalagi kan, masjid di pinggir jalan sudah banyak sekali kita lihat.
Namun, meski aku termasuk tim yang naik kendaraan umum, berhenti di tengah jalan untuk menunaikan salat jadi keputusanku kala perjalanan pulang dari Cirebon ke Bandung beberapa hari lalu. Memang tidak salat di awal waktu juga sih. Karena saat itu, kondisinya mobil baru jalan dari Kadipaten pukul setengah dua belas. Ya, gara-gara kelamaan ngetem sebenarnya. Dan sayangnya, aku bayar ongkos penuh. Jadi agak disayangkan kalau harus berhenti di tengah jalan di awal waktu salat. Sedangkan ongkos sebenarnya saja masih jauh dari ongkos yang dibayar.
Akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti kira-kira pukul setengah dua lebih ketika sampai di Tanjungsari. Dan setelah melihat-lihat beberapa masjid di pinggir jalan dari balik jendela, Masjid Al-Azwia jadi pilihanku untuk singgah dan salat di sana. Dari luar, masjidnya tampak cukup luas. Lahan parkirnya juga cukup untuk beberapa mobil dan motor.
Masjid Al-Azwia, Tanjungsari |
Dekat parkiran, sudah bisa terlihat pintu menuju toilet dan tempat wudu bagi laki-laki dan perempuan. Tapi sebelum menuju toilet, ada pula rak penyimpanan alas kaki yang letaknya tak jauh dari pintu toilet perempuan. Setidaknya, kita bisa meneduhkan alas kaki yang dipakai di sini kala cuaca hujan.
Tempat penyimpanan alas kaki |
Setelah menyimpan alas kaki, tentu wudu dulu sebelum salat, ya. Kalau mau ke toilet, ya boleh juga.
Yang menarik, bagian dalam toilet di masjid ini sangat bersih, lo. Tidak ada sampah berserakan sedikit pun. Bahkan meski tisu di pojok toilet. Karena terkadang, kan, ada tuh masjid yang dari luar kelihatannya megah dan bersih, tapi ada sampah-sampah kecil di toiletnya.
Baca juga: Masjid Al-Jabbar itu Bagus, Tapi ...
Di toilet perempuan sendiri, ada 4 toilet yang menyatu dengan tempat wudu. Dan di salah satu sisi dindingnya terpasang cermin besar. Sangat bermanfaat sih buat perempuan kalau mau merapikan kerudung atau rambut agar tidak berantakan. Tak lupa, ada juga tempat penyimpanan barang di atas kerannya. Yang pasti, fungsinya untuk menaruh barang yang kita bawa, ya. Tapi sayang, sewaktu aku ke sana, dua kunci toiletnya rusak. Hehe.
Selfie : ) |
Untuk memasuki masjid, pintu yang dilewati laki-laki dan perempuan berbeda. Bagi laki-laki, bisa memasuki masjid melalui pintu utama yang terbuat dari kaca. Sedangkan bagi perempuan, bisa memasuki masjid melalui pintu yang lebih kecil dan sedikit tersamarkan karena menyerupai dinding di sekitarnya. Letaknya, tak jauh dari tempat penyimpanan alas kaki.
Pintu kaca |
Begitu masuk, tampak masjid ini memiliki bangunan yang amat sederhana. Tapi berfungsi utuh keseluruhannya.
Di sisi depan tengah, terdapat sebuah mimbar beserta mikrofonnya. Uniknya, tempat yang biasa ditempati imam tersebut dikelilingi kolam ikan kecil yang membuat masjid ini berbeda dengan masjid pada umumnya.
Mimbar |
Di kedua sudut dinding, masih sisi depan, dinding tampak cekung dan terisi rak Al-Qur'an. Desain ini membuatnya jadi tampak menghemat tempat dibanding meratakan dinding dan menyediakan Al-Qur'an beserta rak di luar dinding.
Rak Al-Quran |
Kalau tidak bawa sajadah, kita tidak akan salat di atas lantai begitu saja. Karena ada sajadah yang terhampar, kurang lebih memenuhi tiga per empat ruangan. Jadi jemaah laki-laki dan perempuan akan kebagian sajadahnya.
Sayangnya sih, pembatas salat antara laki-laki dan perempuan yang berupa kayu di sini kurang lebih hanya sampai seperut orang dewasa. Terlalu pendek untuk menjadi pembatas di sebuah masjid.
Tapi, hal lain yang tak kalah penting dibicarakan dalam sebuah masjid adalah ketersediaan peminjaman mukena. Hayo.. siapa yang suka ke masjid tapi gak bawa mukena? Hehe. Di sini, kita akan menemukan tempat peminjaman mukena tepat di sebelah pintu perempuan. Tinggal ambil saja. Tidak ada penjaganya. Tapi, lipat dan rapikan kembali mukena yang telah dipakai, ya.
Rak mukena |
Beralih ke atas, kita akan menemukan ukiran kaligrafi pada kertas yang mengelilingi dinding masjid. Dan tepat tergantung di atas mimbar, terdapat jam beserta jadwal salat digital.
Kaligrafi dan jam digital |
Pemandangan dari luar masjid |
Semoga ini bisa menjadi referensi pilihan masjidmu untuk salat di tengah perjalanan, ya. Hati-hati di jalan.
0 Comments: