25 April 2021

Di Balik Sebuah Foto di Bulan Ramadhan

Kamu lihat foto di tulisan ini? Ya. Foto itu. Aku letakkan foto itu di atas tulisan postingan ini. Berisi banyak anak laki-laki  yang berumur 11-13 tahun. Bersama seorang lelaki yang jauh lebih tua, sekitar umur 20 tahunan ke atas.

Foto itu diambil beberapa tahun lalu. Ketika aku masih SD, kelas 6. Mereka pun sama. Satu kelas denganku. Hanya saja, aku tidak ikut berfoto bersama mereka. Karena foto itu diambil untuk 'sesi cowok'. Sedangkan aku, tentu saja difoto di 'sesi cewek'.

Lelaki berkemeja putih di barisan paling depan, yang memegang gitar beserta senarnya, adalah kak Ihsan. Dia salah satu kakak-kakak PPL yang mengajar siswa-siswi SDN Ujungberung di bulan Ramadan. Lebih tepatnya, di kelas aku dan teman-teman. Kelas B, SD 6. Bahkan, tidak hanya setahun. Tapi dua tahun. Karena ketika kami kelas 6, mungkin sebenarnya kak Ihsan tidak benar-benar dijadwalkan untuk mengajar kelas kami. Malah, di kelas kami pun sudah ada salah satu kakak PPL yang masuk. Tapi karena di tahun sebelumnya (kelas 5) kami sudah mengenal dan pernah diajar kak Ihsan, jadi beberapa temanku terutama para perempuan meneriakinya dari dalam kelas ketika kak Ihsan melewati koridor depan kelas kami. Begini,

"Kak Ihsan!!!!!" Sambil berdiri.

Kak Ihsan yang sudah mengenal beberapa anak di kelas kami pun, merespon. Eh, ternyata jadi mengajar di kelas kami lagi. Tapi gak papa. Kak Ihsan itu asyik orangnya. Suka bernyanyi. Sambil main gitar. Dan, aku ingat sekali salah satu lagu yang dibagikannya. Tentang hari kiamat. Dikutip dari surah Al-Zalzalah. Tapi, aku hanya ingat 5 baris saja. Hehe.

Baca juga :

Apabila bumi digoncangkan

Dengan goncangan yang hebat

Apabila bumi mengeluarkan

Beban-beban berat yang dikandungnya

Ingatlah akan suatu hari yang menegangkan

Sudah. Segitu saja lirik yang aku ingat. Entah kenapa menancap sekali dikepalaku.

Lanjut.

Sebelumnya, aku sudah memberitahu bahwa kak Ihsan mengajar kami di bulan Ramadhan. Nah, foto itu lebih tepatnya diambil ketika sekolah kami mengadakan program pesantren kilat. Tahu dong apa itu pesantren kilat? Karena hampir semua orang yang pernah bersekolah di sekolah formal, pasti pernah merasakan pesantren kilat. 

Sekedar tahu, pesantren kilat adalah kegiatan mengaji pelajaran agama Islam selain di mata pelajaran PAI dalam kurun waktu harian yang singkat. Biasanya sekitar 1 - 2 minggu di bulan Ramadhan. Dan di hari paling terakhir, biasanya diadakan juga kegiatan berbuka puasa bersama di sekolah. Namun sebelum itu, ada juga perpisahan bersama kakak-kakak PPL di siang harinya. Dan di waktu itulah, kira-kira saatnya sesi pemotretan itu dilakukan. (Cielah, bahasanya pemotretan 🤣).

Pemotretan dilakukan secara bergilir agar tidak merepotkan orang lain. Cukup kakak PPL yang mengajar dan anak kelas yang diajar saja. Pertama, sesi anak-anak perempuan dulu. Bersama kak Ihsan tentunya. Lalu, sebagian anak perempuan menitipkan ponselnya di beberapa anak lelaki untuk memotret anak-anak perempuan dan kak Ihsan yang berbaris dan berekspresi bebas di depan papan tulis hitam. Tapi, sayangnya aku tidak menitipkan ponsel ke salah satu teman lelaki. Jadi aku tidak mempunyai foto sesi perempuan bersama kak Ihsan.

Cekrek! Cekrek! Cekrek!

Sesi pemotretan untuk anak-anak perempuan selesai setelah beberapa kali mengambil gambar dengan berbagai pose menggunakan kamera ponsel. Kemudian, tibalah sesi pemotretan untuk anak-anak lelaki bersama kak Ihsan. Tak lupa, sebagian dari mereka menyerahkan ponsel milik teman-teman perempuan yang menitipkan sebelumnya beserta ponsel miliknya sendiri untuk memotret foto. Dan di saat mereka berposelah, aku mencuri kesempatan untuk memotret mereka dengan kamera ponselku sendiri dari kursi paling kanan-depan.

Cekrek!

Satu gambar berhasil diambil.

-

Setelah sembilan tahun, foto itu masih tersimpan di notebook milik bapakku. Tapi tentu, sebelumnya foto itu sempat berpindah-pindah tempat. Pertama di ponsel yang aku pakai di tahun 2012, tepatnya di kartu memori. Lalu, dipindahkan ke notebook bapakku yang dipakai di tahun 2013. Tak lupa dicadangkan juga ke flashdisk milik bapak. Hingga seiring berjalannya waktu, foto itu tersimpan di notebook bapak yang dipakai sekarang berkat cadangannya yang masih ada di flashdisk.

Jika dibandingkan, tentu kualitas foto itu masih jauh lebih buruk dari kualitas foto yang bisa kita ambil sekarang menggunakan ponsel edisi terbaru. Iyalah. Itu kan tahun 2012. Sekarang, sudah tahun 2021. Sudah banyak perbedaan dari perkembangan ponsel di era tahun 2010-2012 dan di era tahun 2019-2021.

Saat itu, aku menggunakan ponsel tipe qwerty dengan merek Cross. Berwarna putih di sisi depan-belakang, disertai warna oranye di sekeliling sisi ponsel. Tapi sayang. Meski pada saat itu media sosial internet sudah ada, ponselku itu masih sulit sekali untuk membuka facebook atau browser. Jadi, aku hanya menggunakan panggilan telepon dan SMS untuk berkomunikasi. Sedangkan untuk penghibur, ada musik, kamera, radio dan permainan yang cukup bagus dan asyik pada zamannya.

Aku ingat. Aku masih ingat ketika membeli ponsel Cross qwerty itu. Aku membelinya di antara tahun 2010-2011. Ketika aku masih kelas 4 SD. Bersama bapakku, di seberang Masjid Agung Ujungberung yang sekarang sudah berubah menjadi Toko Laundry.

Harganya, berkisar Rp275.000. Sudah ditambah bonus kartu memori, beberapa lagu pop dan charger tentunya. Harga yang agak tinggi sebenarnya. Tapi aku bangga. Karena sebagian uangnya adalah uangku sendiri yang dikumpulkan selama beberapa bulan dari sisa uang jajan. Sedangkan sebagian uangnya, adalah patungan dari uang bapak dan ibu.

Setelah membeli ponsel itu, bapak membeli kartu SIM-nya. Dan provider pertama yang aku pakai adalah provider Axis dengan nomor telepon 083820197755. Haha. Mentereng banget ya nomor teleponnya? Biarinlah. Kan nomornya udah gak aktif. Wkwk.

Setelah lebih dari sepuluh tahun, aku belum pernah membeli ponsel lagi. Bukan karena masih memakai ponsel yang lama. Karena tentu aku sudah ketinggalan zaman jika masih menggunakan ponsel itu. Lagi pula, ponsel lamanya juga sudah rusak setelah ditinggal setahun karena aku mondok. Dan setelah aku lulus mondok pun, aku tidak langsung membeli ponsel baru. Tapi 'diwariskan' ponsel lama oleh bapak yang membeli ponsel baru. Hehe.

Di Januari 2021, barulah aku membeli ponsel baru lagi. Karena ponsel lama bapak yang aku pakai, sudah seringkali nge-hang dan mudah mati sendiri. Selain itu, ruang memorinya juga kecil. Ditambah kamera yang kurang mendukung untuk merekam video. Karena dari awal bulan Januari 2021, aku sudah berencana untuk membuat vlog yang akan diunggah di youtube. Dan jadilah. Di tanggal 15, aku membeli ponsel baru dengan merek Vivo tipe V20 dengan harga Rp2.199.000 di toko ponsel pinggir jalan yang letaknya tak jauh dari Masjid Agung Ujungberung. Yey... Ponsel baru! Aku bangga sekali. Karena untuk membeli ponsel kali ini, uang sepenuhnya adalah uang milikku sendiri. Ya, tapi sayangnya, uang itu pun masih diberi oleh bapak dan ibu. Bukan sepenuhnya hasil kerja kerasku. Karena aku belum 'benar-benar' bekerja. Aku hanya membantu bapak untuk beberapa pekerjaannya sekaligus membantu ibu berjualan kue kering di pasar. Dan sebagai upahnya, aku 'digaji' bapak dengan besaran yang tak tentu.  Ya, entahlah. Terserah bapak. Masih untung dikasih. Terus ditabung dan dikelola sendiri. Hehe.

Setelah membeli ponsel baru, semoga ponselnya bisa digunakan lebih baik ya. Aku lagi terus-terusan bikin vlog nih buat diunggah di youtube. Semoga hasil 😀. Jangan lupa subscribe channel youtube-ku, Penjuru Dunia.


Terima kasih telah membaca cerita yang penting dan tidak penting ini : ).

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: