Buku Insecurity is my middle name/sumber: https://www.instagram.com/alviardhipublishing/ |
Judul : Insecurity is My Middle Name
Penulis : Alvi Syahrin
Penerbit : Alvi Ardhi Publishing
Tahun terbit : 2021
Tebal : 264 halaman
Tak dapat disangkal, manusia memang memiliki banyak kekurangan. Bahkan sesempurna, sepintar, dan sehebat apa pun, manusia pasti memiliki kekurangan di sisi lainnya. Meski mungkin, kita belum tahu di sisi apa kekurangan tersebut berada.
Dari
kekurangan, kita menemukan istilah insecurity, yakni perasaan tidak
percaya diri, malu, takut, gelisah, dan tidak aman yang disebabkan oleh
rendahnya penilaian terhadap diri sendiri. Rasanya, hampir setiap orang
memiliki insecurity-nya masing-masing. Dari segi apa pun, misalnya
fisik, kepintaran, harta, dan status sosial.
Lewat
buku Insecurity is My Middle Name, Alvi Syahrin mengajak kita untuk
berdamai dengan segala insecurity. Menjelang perjalanan dalam bukunya,
Alvi Syahrin menulis, "hai, ini aku, your insecurity. lewat buku ini, kita
coba jadi teman, yuk?" membuat kita seolah diajak bicara oleh insecurity
itu. Dan di halaman-halaman berikutnya, tulisan-tulisan ringan sarat rasa
menanti untuk dibaca.
Secara
garis besar, buku ini terbagi menjadi lima bab besar dengan 45 subbab. Diawali
dengan topik 'Fisik yang Kurang Menarik' di bab pertama, yang membahas tentang insecurity
fisik karena tidak good-looking.
Menurut
saya, Alvi mengambil langkah yang tepat dengan mengambil topik fisik di bab
pertamanya. Karena dalam bersosialisasi, kebanyakan orang menilai fisiknya dulu
ketika pertama bertemu orang lain. Dan di bab ini, Alvi Syahrin berusaha
menenangkan kita--orang-orang yang merasa tidak good-looking--dengan
cara menyadari bahwa good-looking bukanlah segalanya. Di akhir bab, ia
pun mengajak pembaca untuk mencintai diri sendiri dan mulai bodo amat dengan
perkataan orang lain.
Di
bab kedua, Alvi membicarakan masa depan dengan judul 'Masa Depan yang Buram'.
Bab ini adalah gambaran insecurity dari orang-orang yang merasa tidak
memiliki keahlian apa-apa. Merasa jadi pengangguran, kalah dengan orang dalam
ketika melamar kerja, hingga kesedihan orang-orang yang belum bisa membanggakan
kedua orang tuanya. Namun sama seperti bab pertama, di bab kedua ini pun Alvi
berusaha 'melegakan' pembacanya agar tak lagi insecure dan berlatih bodo
amat dengan omongan orang-orang yang tiada habisnya. Barangkali, inilah yang
menjadi tujuan Alvi dalam menulis bukunya. Yakni melegakan perasaan pembaca
hingga mengalahkan insecurity-nya.
Baca juga: Melihat Cerminan Dunia di Masa Depan dari Buku Dunia Anna
Berlanjut
ke bab tiga, hal pokok yang dibicarakan dalam bab ini adalah rasa iri dengan
judul 'Jauh Tertinggal dari Teman-Teman'. Dua hal yang dibahas di sini di
antaranya adalah iri karena prestasi teman-teman dan kesedihan karena tidak
lolos PTN. Menurut saya, kedua topik subbab dalam bab ketiga ini sangat
mewakili isi hati banyak orang mengingat banyaknya lulusan SMA yang menyerah
karena tidak diterima di PTN favoritnya.
Dua
bab terakhir, menjadi penutup dalam buku ini yang berisi ajakan untuk mengatasi
insecurity dan berdamai dengannya. Menjadikannya sebagai teman, dan menerimanya
sebagai bagian dari proses hidup kita.
Sepanjang
tulisannya, Alvi tak hanya mengajak kita untuk berdamai dengan nasihat-nasihat
atau berdasarkan pengalaman pribadinya. Tapi juga disertai hadis Nabi atau ayat
Al-Quran yang mendukung tulisannya sesuai topik yang dibicarakan. Hal ini
menjadi poin plus dalam tulisannya sehingga pembaca muslim akan merasa makin
dekat dengan agamanya meski buku ini bukan buku yang berfokus pada materi
keagamaan.
Pesan
yang disampaikan pun tidak menggunakan bahasa yang berat. Alvi benar-benar
menulis buku ini dengan bahasa yang amat sederhana, ringan, tapi sarat makna
dan rasa. Letak tulisannya juga tampak renggang satu sama lain dengan penekanan
pada kalimat-kalimat tertentu dengan ukuran tulisan yang lebih besar. Dan yang
membuat tak bosan, setiap subbab dalam buku ini diawali dengan halaman berwarna
biru yang secara serempak, letak halamannya berada di sebelah kanan. Sehingga buku
ini akan tampak didominasi warna kuning khas kertas dan biru, ketika bukunya
ditutup dan dilihat dari samping.
Akhir
kata, saya menganggap bahwa buku Insecurity is My Middle Name adalah
gambaran dakwah bil qolam yang dapat diamati dan ditiru oleh mahasiswa
KPI. Jika dihubungkan dengan teori ilmu tabligh, pesan yang disampaikan seorang
dai memang selayaknya menggunakan bahasa yang sederhana agar dipahami oleh mad’u,
atau dalam hal ini, adalah pembaca. Selain itu, pesan yang disampaikan juga
sangat dekat dengan permasalahan banyak orang, yakni insecurity dengan sederet
permasalahannya. Meski begitu, media dakwahnya tetap tak mengenyampingkan segi
estetika dengan membuat buku lebih berwarna.
- artikel ini telah dimuat di DejavuMagz edisi 293
0 Comments: