02 August 2024

Buku Antologi Pertamaku: Cerita-Cerita di Depan Layar

Sedari dulu, salah satu keinginan terbesarku adalah menjadi penulis buku. Oleh karenanya, aku suka menulis di blog dan menjadi salah satu Kompasianer (blogger Kompasiana). Ini adalah salah satu usahaku untuk terus membiasakan menulis. Ya walaupun akhirnya, nulisnya gak setiap hari juga, hehe.

Walaupun sudah lama bergabung sebagai Kompasianer, aku baru tahu bahwa Kompasiana memiliki banyak komunitas di platform-nya pada tahun kemarin. Komunitas yang pertama aku temukan adalah KOMiK (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub). Tak pikir panjang, aku pun langsung mengikuti komunitas tersebut di Kompasiana dan media sosialnya.

Tak berselang lama sejak aku menjadi anggota baru, KOMiK memposting sebuah pengumuman tentang event menulis buku antologi di berandanya. Event tersebut bertemakan “Momen Nonton Layar Lebar”. Nah, berhubung tema yang diangkat ini cukup ringan, akhirnya aku memberanikan diri untuk mengikuti event tersebut.

Event ini berlangsung selama 8 hari sejak dipostingnya pengumuman tersebut, yaitu 16 Oktober 2023. Jadi Komiker (sebutan untuk anggota KOMiK) memiliki kesempatan untuk mengirim naskahnya ke email dan Kompasiana sampai tanggal 23 Oktober.

Untungnya, aku masih berkesempatan untuk mengirim naskah di detik-detik terakhir pengumpulan. Yap, aku baru menulis setengah naskah H-1 deadline, dan baru menuntaskannya tepat di hari H, tengah malam. Jujur agak panik ketika mengirimnya, karena sudah tengah malam. Sampai akhirnya, naskahku baru terkirim ke email KOMiK pada menit-menit awal 24 Oktober. Haha. Lewat deadline loh. Gara-gara itu, aku jadi khawatir naskahnya tidak akan terhitung untuk event tersebut.

Selang seminggu kemudian, aku mendapatkan email dari KOMiK, yang mengkonfirmasi bahwa naskahku sudah diterima dan akan diproses ke penerbit. Wah, jelas, senangnya bukan main deh! Aku sampai teriak-teriak sendiri di rumah saking senangnya, haha.

Dari email tersebut, aku pun mencari tahu info lebih lanjut di Instagram @komik_kompasiana. Ternyata, ada 23 nama komiker yang tulisannya dimasukkan di buku antologi. Dan namaku adalah salah satunya.

Tak diduga, sebuah postingan tentang cover buku antologi langsung muncul dua hari setelahnya. Pengikut @komik_kompasiana diminta untuk vote cover pilihannya. Saat pemilihan cover, judul buku yang diberikan adalah “Momen-Momen Berkesan Nonton Layar Lebar”. Namun, terdapat beberapa komentar yang menjadi pertimbangan untuk judul buku. Ternyata, secepat itu ya, hehe.

Beberapa hari kemudian, muncul lagi postingan bahwa buku antologi sudah bisa dipesan! Judul bukunya berubah menjadi “Cerita-Cerita di Depan Layar” dengan sampul buku berwarna dasar putih disertai gambar khas sinema berwarna-warni. Buku ini tersedia dalam dua versi cover, yaitu soft cover dan hard cover dengan harga yang berbeda.

Tak pikir panjang, tentu saja aku langsung memesan buku tersebut melalui marketplace Shopee dengan catatan bahwa aku adalah salah satu penulisnya. Beberapa hari kemudian, buku itu tiba di rumahku dengan bonus barang lainnya, seperti kipas tangan, gantungan kunci, plastic zip, dan sertifikat untuk penulis.

Meski ini masih “buku keroyokan”, setidaknya ini menjadi pengalaman pertamaku untuk menulis buku yang dicetak, setelah penantian yang cukup panjang sejak sd, wkwk. Lebay ah. Haha.

Sebenarnya, aku juga pernah mengirim tulisanku ke media massa, yaitu Media Indonesia. Tapi saat itu, aku hanya mendapatkan versi digitalnya saja. Jadi tidak ada versi cetaknya. Itu pun karena ada anjuran dari mata kuliah jurnalisme dakwah. Tapi lagi-lagi, setidaknya, ini adalah bagian dari perjalananku yang dulu pernah bercita-cita menjadi “penulis buku”.

Terus, kapan dong bikin buku solonya?

Kapan-kapan, kalau gak males.

06 March 2023

Cara Dapat Bacaan Gratis dan Edukatif Tapi Legal di Internet Tanpa Iklan

TAMAT.

Satu buku telah selesai dibaca. Tapi setelah itu, mau baca buku apa lagi, ya? Karena semua buku yang dimiliki, sudah habis dibaca. Sedangkan kalau mau beli buku lagi, harus nabung dulu. Baca artikel di internet, tak mau juga karena terlalu banyak iklan. Malahan, terkadang muncul iklan dengan visual yang tak senonoh dan tak sepantasnya ditempatkan di web tersebut. Padahal, tak jarang isi tulisan tersebut cukup berkualitas dan oke untuk dibaca.

Tapi, bagaimana dengan aplikasi bacaan?

Ya, aplikasi bacaan juga dapat dengan mudah ditemukan. Namun tidak semua aplikasi menawarkan bacaannya secara gratis. Karena cukup banyak juga aplikasi bacaan yang mengharuskan penggunanya membayar agar bisa membaca isi tulisannya.

Jika kamu sedang berada di posisi tersebut, mungkin beberapa alternatif di bawah ini bisa jadi solusi agar kamu bisa mendapatkan bacaan gratis tapi tetap berkualitas.

Aplikasi Ipusnas

Aplikasi Ipusnas

Di aplikasi ini, kita bisa menemukan baaanyak buku digital alias ebook yang berkualitas. Beberapa karya penulis terkenal pun telah masuk daftar koleksi di aplikasi ini. Selain itu, kita juga bisa menemukan buku referensi mengenai mata kuliah tertentu yang tentunya, bisa membantu kamu di kala ada tugas membuat makalah atau bahkan, membuat skripsi!

Namun selayaknya perpustakaan, satu judul ebook dalam aplikasi ini hanya memiliki beberapa salinan. Kalau buku fisik, ibaratnya eksemplar gitu deh. Jadi kalau ternyata saat kita mau pinjam dan salinannya sudah habis, kita mesti mengantri salinan ebook tersebut dan baru bisa membacanya jika salinan ebook sudah tersedia kembali.

Baca juga: Brianna dan Bottomwise Mencari Gitar Sang Legenda Musik!

Pun jika kamu sedang meminjam ebook-nya,  kamu hanya memiliki waktu beberapa hari untuk meminjam ebook tersebut . Jika lebih dari waktu yang telah ditentukan, ebook tersebut akan dikembalikan otomatis oleh sistem. Ya ibaratnya, diambil paksalah ya. Kalau kita pinjam buku di perpustakaan luring dan dikembalikannya melewati batas waktu, kita kan bisa kena denda. Nah kalau kita pinjam buku digital di ipusnas ini, bukunya akan dikembalikan otomatis oleh sistem dan kita tidak perlu membayar denda.

Selain ipusnas, masih ada beberapa aplikasi yang serupa dengan perpustakaan digital ini. Di antaranya iJakarta, iNgawi, dan beberapa aplikasi lainnya yang dikembangkan PT Woolu Aksara Maya.

Majalah Digital

Tidak hanya buku, majalah pun kini merambah ke dunia digital. Salah satu majalah digital yang bisa didapatkan secara gratis adalah BCH Zine! melalui link bio akun Instagram @creativehub.bdg. BCH Zine! Ini rilis di setiap akhir bulan, dan membahas tentang kegiatan-kegiatan yang terdokumentasi di BCH. Tak jarang, tim redaksi juga mengakhiri halaman majalahnya dengan berbagai permainan loh!

Selain BCH Zine!, DejavuMagz juga bisa jadi pilihan kamu untuk membaca bacaan berkualitas. Majalah digital ini merupakan produk dari Forum Penulis Seluruh KPI (FPSK) di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Isinya mencakup kegiatan yang terdokumentasi dalam lingkup jurusan, dan ulasan buku, lagu, hingga film! Untuk mendapatkannya, kamu bisa akses link bio di akun Instagram @dejavumedia__.

Google Play Book

Aplikasi Google Play Book

Meski dikenal sebagai tempat pembelian ebook, nyatanya ada banyak ebook yang bisa dinikmati secara gratis oleh pengguna. Ebook gratis ini bisa ditemukan di tab ‘Gratis terpopuler’ atau dari saran yang tersedia. Jadi, kita tinggal pilih dan download saja ebooknya.

Di antara ketiga pilihan tersebut, jadi kamu mau pilih yang mana nih? Share di kolom komentar ya!

26 February 2023

Brianna dan Bottomwise Mencari Gitar Sang Legenda Musik!

Buku Brianna dan Bottomwise
Judul : Brianna dan Bottomwise

Penulis : Andrea Hirata

Tahun terbit : 2022

Jumlah halaman : xviii + 362 halaman

Harga buku : Rp115.000,00

Nomor ISBN : 978-602-291-942-1

Mungkin, kamu sudah tidak asing dengan buku berjudul Laskar Pelangi. Buku tersebut merupakan karya Andrea Hirata yang membuatnya dikenal luas sebagai penulis di Indonesia dan mancanegara karena Laskar Pelangi telah diterbitkan dalam berbagai bahasa di dunia.

Usai 17 tahun setelah karya pertama tersebut terbit, Pak Cik -panggilan akrab Andrea Hirata- kembali merilis buku yang pertama ditulisnya dalam Bahasa Inggris dan akan diterbitkan di luar Indonesia. Buku tersebut berjudul Brianna and Bottomwise yang kemudian diterbitkan dalam Bahasa Indonesia pada pertengahan tahun 2022 melalui Penerbit Bentang Pustaka.

Buku ini berkisah tentang Bottomwise, seorang detektif swasta di California yang mencari gitar kesayangan seorang legenda musik yang amat terkenal. Tapi ia tak sendiri. Ia merekrut Brianna, seorang pembuat wafel yang mengagumi musisi tersebut, dan akhirnya menjadi asisten yang menemaninya dalam perjalanan mencari gitar sang musisi.

Selain Brianna dan Bottomwise, masih ada banyak tokoh yang bermunculan dalam cerita novel ini. Makin banyak bab yang sudah dibaca, makin banyak pula tokoh yang bermunculan. Dan ini justru membuatku menerka-nerka, ada hubungan apa di antara tokohnya?

Sayangnya, cerita ini bisa terbaca jelas alur ceritanya hanya dengan membaca bab paling terakhir dan setelah tahu apa konflik permasalahannya. Jadi, karena sudah tahu akhirnya, jadi kurang greget aja gitu bacanya. Karena kan, ya ada gitu novel yang tak cukup baca sampai konflik permasalahan dan bab terakhirnya saja. Yang walaupun kita baca bab terakhir, kita tidak akan puas karena memang ‘semisterius’ itu alur ceritanya.

Meski begitu, kemisteriusan cerita novel ini justru terletak pada pertengahannya. Dari bab satu ke bab lain, ada saja hal yang tidak disangka. Tokoh baru, hubungan baru, pelajaran dan hikmah baru, terus menyertai sepanjang cerita ini.

Baca juga: Review Buku 'Loneliness is My Best Friend'

Dan sebagai seorang penulis asli Indonesia, latar tempat Indonesia juga dimasukkan dalam cerita ini. Bisa dibilang, latar Indonesia dan latar luar negeri dalam novel ini cukup berimbang. Tapi ya, latar tempat Indonesia cukup lebih dijelaskan detailnya.

Secara umum, novel ini mengambil musik sebagai tema besarnya. Dimulai dari konflik di mana seorang musisi kehilangan gitarnya, seorang pemuda desa yang bermimpi jadi musisi tapi bertelinga kuali, hingga gadis cilik yang bermimpi jadi musisi tapi penuh dengan permasalahan keluarga.

Oleh karenanya, banyak istilah-istilah musik yang muncul dalam novel ini. Sayangnya, aku termasuk orang yang kurang paham mengenai dunia alat musik sehingga tidak bisa membayangkan bagaimana kiranya bunyi musik yang dideskripsikan.

Selain itu, akhir cerita novel ini sangat menggantung. Masih banyak tokoh yang belum tentu nasibnya. Membuatku kecewa sekaligus penasaran, karena kelanjutan ceritanya masih ada di Brianna dan Bottomwise 2, yang sayangnya belum terbit.

Dan, terakhir, buku ini pastinya sangat recommended untuk jadi wishlist bacaan kamu. Atau bisa juga jadi pemberian ke adik tersayang. Karena menurutku, adegan-adegan dalam novel ini benar-benar ramah keluarga. Dan di dalamnya sangat banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik.

Selamat membaca.

29 January 2023

Review Buku 'Loneliness is My Best Friend'
Buku Loneliness is my best friend/sumber : https://www.instagram.com/alvisyhrn/

Ada masanya, kita bertemu dengan orang-orang baru. Lalu berteman, bahkan ada yang menjadi teman dekat dan akrab. Namun di lain hari, akan ada masanya kita dan mereka berpisah. Entah karena jauhnya jarak, entah karena konflik, atau, entah karena mereka memiliki teman baru.

Akhirnya, kita kembali sendiri. Meski kadang, rasa kehilangan menghampiri. Dan perasaan kesepian pun menyergap tanpa permisi.

Kesepian.

Sebenarnya perasaan itu bukan hanya dialami orang-orang yang baru saja kehilangan orang tersayang, tapi juga dialami orang-orang yang butuh teman, atau orang yang merasa sendirian dalam hidupnya.

Alvi Syahrin, seorang penulis, pun pernah merasakan kesepian. Lantas dari kesepian yang pernah dialaminya, beserta bagaimana ia menghadapi kesepian itu, ia menulis sebuah buku berjudul Loneliness : is my best friend yang berarti Kesepian adalah kawan karibku.

Buku ini adalah buku kedua dari buku series Self Healing yang ditulisnya setelah buku Insecurity is my middle name. Kedua buku ini memiliki konsep dan tujuan yang hampir sama. Buku pertama mengajak kita untuk berdamai dengan insecurity, sedangkan buku kedua mengajak kita untuk berdamai dengan kesepian.

Melalui buku Loneliness, Alvi mengenalkan kesepian pada pembaca dengan kalimat-kalimat sederhana. Dan hampir di setiap babnya, penulis mengangkat masalah-masalah kehidupan seputar seseorang yang kesepian, dari masalah yang ringan, sampai berat.

Tak hanya mengangkat masalah, Alvi juga menawarkan beberapa solusi agar pembaca bisa mengatasi rasa kesepian dan berdamai dengannya. Dua bab di antaranya menjelaskan bagaimana cara mendapat teman baru, sebagai solusi bagi orang-orang yang merasa sendirian dan butuh teman.

Dan sama halnya seperti buku Insecurity, ayat-ayat Al-Quran dan hadis ikut terselip di beberapa babnya dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia. Uniknya, di buku ini juga pembaca akan menemukan kisah-kisah Islami yang dapat kita petik hikmah darinya. Dari sini, barangkali kita dapat menangkap bahwa target pasar Alvi Syahrin adalah orang-orang yang kesepian, terutama yang beragama Islam.

Baca juga : Brianna dan Bottomwise Mencari Gitar Sang Legenda Musik!

Dalam bukunya ini, tulisan demi tulisan disampaikan dengan bahasa yang sederhana, yang didominasi bahasa Indonesia dan disertai kalimat-kalimat bahasa Inggris yang cukup familiar. Tampilannya cukup berjarak satu sama lain antarbarisnya, dengan ukuran yang lebih besar atau dipertebal pada kalimat-kalimat tertentu yang ditekankan. Sehingga hal ini membuatnya nampak memiliki banyak tulisan, padahal jika didempetkan, justru jumlah tulisan lebih sedikit dari yang dikira. Meski begitu, hal ini juga bisa jadi solusi bagi orang-orang yang belum terbiasa membaca buku.

Selain dari segi tulisan, gambar yang ditampilkan pada sampul buku juga tak kalah menarik. Dan gambar pada sampul buku tersebut ditampilkan pula di setiap bab dengan judul bab yang menyertainya. Sehingga ketika buku itu ditutup dan dilihat dari samping, akan terlihat tumpukan kertas kuning yang diselipi halaman biru.

Sebagai bonus, Alvi Ardhi Publishing menyertakan barcode menjelang halaman terakhir buku tersebut. Yang jika kita scan atau akses link-nya, akan terbuka Google Drive yang berisi podcast beserta wallpaper ponsel eksklusif.

Akhir kata, sebagai orang yang juga pernah merasa kesepian, aku rasa buku ini sangat relate dengan kehidupanku. Bahkan saat baru membaca judul babnya saja, wah, langsung tertegun, aku juga pernah merasakan ini.

03 January 2023

Insecurity is My Middle Name : Berdamai dengan Insecurity dengan Pendekatan Islami
Buku Insecurity is my middle name/sumber: https://www.instagram.com/alviardhipublishing/

Judul : Insecurity is My Middle Name

Penulis : Alvi Syahrin

Penerbit : Alvi Ardhi Publishing

Tahun terbit : 2021

Tebal : 264 halaman

Tak dapat disangkal, manusia memang memiliki banyak kekurangan. Bahkan sesempurna, sepintar, dan sehebat apa pun, manusia pasti memiliki kekurangan di sisi lainnya. Meski mungkin, kita belum tahu di sisi apa kekurangan tersebut berada.

Dari kekurangan, kita menemukan istilah insecurity, yakni perasaan tidak percaya diri, malu, takut, gelisah, dan tidak aman yang disebabkan oleh rendahnya penilaian terhadap diri sendiri. Rasanya, hampir setiap orang memiliki insecurity-nya masing-masing. Dari segi apa pun, misalnya fisik, kepintaran, harta, dan status sosial.

Lewat buku Insecurity is My Middle Name, Alvi Syahrin mengajak kita untuk berdamai dengan segala insecurity. Menjelang perjalanan dalam bukunya, Alvi Syahrin menulis, "hai, ini aku, your insecurity. lewat buku ini, kita coba jadi teman, yuk?" membuat kita seolah diajak bicara oleh insecurity itu. Dan di halaman-halaman berikutnya, tulisan-tulisan ringan sarat rasa menanti untuk dibaca.

Secara garis besar, buku ini terbagi menjadi lima bab besar dengan 45 subbab. Diawali dengan topik 'Fisik yang Kurang Menarik' di bab pertama, yang membahas tentang insecurity fisik karena tidak good-looking.

Menurut saya, Alvi mengambil langkah yang tepat dengan mengambil topik fisik di bab pertamanya. Karena dalam bersosialisasi, kebanyakan orang menilai fisiknya dulu ketika pertama bertemu orang lain. Dan di bab ini, Alvi Syahrin berusaha menenangkan kita--orang-orang yang merasa tidak good-looking--dengan cara menyadari bahwa good-looking bukanlah segalanya. Di akhir bab, ia pun mengajak pembaca untuk mencintai diri sendiri dan mulai bodo amat dengan perkataan orang lain.

Di bab kedua, Alvi membicarakan masa depan dengan judul 'Masa Depan yang Buram'. Bab ini adalah gambaran insecurity dari orang-orang yang merasa tidak memiliki keahlian apa-apa. Merasa jadi pengangguran, kalah dengan orang dalam ketika melamar kerja, hingga kesedihan orang-orang yang belum bisa membanggakan kedua orang tuanya. Namun sama seperti bab pertama, di bab kedua ini pun Alvi berusaha 'melegakan' pembacanya agar tak lagi insecure dan berlatih bodo amat dengan omongan orang-orang yang tiada habisnya. Barangkali, inilah yang menjadi tujuan Alvi dalam menulis bukunya. Yakni melegakan perasaan pembaca hingga mengalahkan insecurity-nya.

Baca juga: Melihat Cerminan Dunia di Masa Depan dari Buku Dunia Anna

Berlanjut ke bab tiga, hal pokok yang dibicarakan dalam bab ini adalah rasa iri dengan judul 'Jauh Tertinggal dari Teman-Teman'. Dua hal yang dibahas di sini di antaranya adalah iri karena prestasi teman-teman dan kesedihan karena tidak lolos PTN. Menurut saya, kedua topik subbab dalam bab ketiga ini sangat mewakili isi hati banyak orang mengingat banyaknya lulusan SMA yang menyerah karena tidak diterima di PTN favoritnya.

Dua bab terakhir, menjadi penutup dalam buku ini yang berisi ajakan untuk mengatasi insecurity dan berdamai dengannya. Menjadikannya sebagai teman, dan menerimanya sebagai bagian dari proses hidup kita.

Sepanjang tulisannya, Alvi tak hanya mengajak kita untuk berdamai dengan nasihat-nasihat atau berdasarkan pengalaman pribadinya. Tapi juga disertai hadis Nabi atau ayat Al-Quran yang mendukung tulisannya sesuai topik yang dibicarakan. Hal ini menjadi poin plus dalam tulisannya sehingga pembaca muslim akan merasa makin dekat dengan agamanya meski buku ini bukan buku yang berfokus pada materi keagamaan.

Pesan yang disampaikan pun tidak menggunakan bahasa yang berat. Alvi benar-benar menulis buku ini dengan bahasa yang amat sederhana, ringan, tapi sarat makna dan rasa. Letak tulisannya juga tampak renggang satu sama lain dengan penekanan pada kalimat-kalimat tertentu dengan ukuran tulisan yang lebih besar. Dan yang membuat tak bosan, setiap subbab dalam buku ini diawali dengan halaman berwarna biru yang secara serempak, letak halamannya berada di sebelah kanan. Sehingga buku ini akan tampak didominasi warna kuning khas kertas dan biru, ketika bukunya ditutup dan dilihat dari samping.

Akhir kata, saya menganggap bahwa buku Insecurity is My Middle Name adalah gambaran dakwah bil qolam yang dapat diamati dan ditiru oleh mahasiswa KPI. Jika dihubungkan dengan teori ilmu tabligh, pesan yang disampaikan seorang dai memang selayaknya menggunakan bahasa yang sederhana agar dipahami oleh mad’u, atau dalam hal ini, adalah pembaca. Selain itu, pesan yang disampaikan juga sangat dekat dengan permasalahan banyak orang, yakni insecurity dengan sederet permasalahannya. Meski begitu, media dakwahnya tetap tak mengenyampingkan segi estetika dengan membuat buku lebih berwarna.


- artikel ini telah dimuat di DejavuMagz edisi 293

21 August 2022

Pecinta Buku, Yuk ke Perpus BCH!
Rak buku

Keterbatasan buku yang dimiliki adalah salah satu kendala bagi para pecinta buku. Bagaimana tidak? Setelah berusaha untuk menyukai buku dengan mulai membacanya, justru mereka malah kebingungan karena hanya sedikit buku yang mereka miliki. Alhasil, setelah buku yang dimilikinya habis dibaca, mereka tidak tahu harus memuaskan minat bacanya ke buku mana lagi.

Bagi mereka yang berkecukupan, tentu bukan hal yang sulit untuk membeli buku lain. Namun bagi orang-orang yang kurang mampu, perlu usaha besar untuk membeli buku lagi. Misalnya, dengan cara menabung terlebih dulu.

Tapi selain dengan cara membeli buku, para  pecinta buku juga bisa memuaskan minat bacanya melalui perpustakaan. Apalagi, perpustakaan tak pandang bulu. Bisa dikunjungi oleh orang-orang dari kalangan apapun. Baik kalangan 'sultan' atau pelajar, bisa mengunjungi perpustakaan kapan pun mereka mau.

Nah, bagi pecinta buku yang tinggal di Bandung, ada rekomendasi perpustakaan yang bisa menjadi pilihan kamu untuk membaca buku sepuasnya. Perpustakaan tersebut berada di gedung Bandung Creative Hub (BCH) yang berlokasi di Jalan Laswi No.7, Kacapiring, Kec. Batununggal, Kota Bandung.

Gedung BCH ini berada di pinggir jalan. Jadi kamu bisa dengan mudah menemukannya. Desain gedungnya pun berbeda dari yang lain, unik dan berwarna-warni. Bahkan trotoar di sekitar gedung juga berwarna-warni disertai beberapa tempat duduk permanen. Dan di salah satu sisi gedung, terdapat prasasti peresmian gedung Bandung Creative Hub yang menghadap ke jalan raya.


Untuk menuju perpustakaan, kamu bisa memasuki BCH dengan melewati pintu kecil yang berada di samping pintu besar.

Baca juga: Bedanya Emoji dan Emotikon

Tunggu dulu. Hm, bagaimana cara mendefinisikannya ya?

Jika kamu berada di depan BCH, kamu akan melihat amphitheater seperti yang tampak pada gambar di bawah ini. Aku menyebutnya sebagai pintu besar, ya. Hehe. Nah, di samping kanan pintu besar itu, ada pintu kecil, yang sayangnya, tidak aku foto : (


Dari pintu kecil, kamu akan menemukan lift dan tangga di sisi kanan. Dan untuk ke perpustakaan, kamu harus naik ke lantai 2 baik lewat lift atau tangga, sesuai keinginan.

Baca juga: Perpustakaan Batu Api, Perpustakaan Favorit Mahasiswa Bandung Timur dan Jatinangor

Tapi, sekadar informasi, jika dari pintu kecil yang dimasuki sebelumnya kamu berjalan lurus terus, kamu akan menemukan mushola dan tempat wudu. Ya, ini pasti berarti banget buat kamu yang muslim, kan? Hehe.


Setiba di lantai 2, kamu akan menemukan petunjuk seperti yang ada di bawah ini di depan lift.


Di petunjuk tersebut, perpustakaan memiliki tanda panah ke arah kiri, ya. Padahal perpustakaan berada di sebelah kanan, lo. Jadi tidak jauh dari pintu lift, kamu akan menemukan pintu yang akan membawamu ke perpustakaan.

Masuk ke pintu tersebut, dan berjalan lurus terus hingga kamu menemukan pintu perpustakaan di samping kanan. Dan... Masuklah ke perpustakaan BCH!


Tapi sebelum benar-benar menikmati perpustakaan, kamu harus melepas alas kaki setelah melewati pintu perpustakaan dan menyimpannya pada rak sepatu yang tersedia. Maju beberapa langkah, kemudian akan ditemukan rak penyimpanan barang pengunjung, seperti tas, misalnya. Dan saat menyimpan tas, mungkin kamu akan menemui penjaga perpustakaan yang duduk di balik meja kayu yang tak jauh dari rak penyimpanan barang. Setelah itu, barulah bisa memilih buku yang ingin dibaca di perpustakaan. Rak buku beserta isinya tentu tersusun rapi. Banyak buku dengan kategori beragam yang bisa dipilih. Ada kategori bisnis, pendidikan, ekonomi, komik, fiksi, beserta kategori-kategori lainnya. Namun dari sepengamatanku, lebih banyak rak dengan kategori fiksi sih. Tapi gak papa. Karena kalau aku, emang lebih suka baca buku cerita. Hehe.

Dari awal masuk, perpustakaan ini dialasi dengan karpet. Jadi walau tidak berkaus kaki, kamu tidak akan kedinginan karena dinginnya lantai. Belum lagi ada meja pendek yang bisa digunakan anak-anak. Kalau gak ada karpet dan anak-anak duduk di sekitar meja pendek itu, bakal kerasa banget dingin lantainya sih pasti. Hehe.


Buat kamu yang mau ngerjain tugas di perpustakaan sembari mencari referensi, bisa duduk di kursi empuk beserta meja yang setara tentunya. Terutama kalau ngerjainnya pakai laptop nih, tapi laptopnya sambil dicas, ada stopkontak di atas meja. Jadi ya pasti bisa sambil dicas-lah. Ini kan yang kamu butuhkan?


Kalau ingin baca buku sambil bersantai di samping jendela, kamu bisa pilih tempat duduk persegi dengan keempat sudut yang melengkung ini. Dengan alas yang lumayan empuk dan gak bikin pantat sakit, mood baca kamu mungkin bakal lebih naik lagi. Tapi sayangnya, tempat duduk ini hanya ada empat buah di perpustakaan. Jadi kalau keempatnya diisi orang lain, ya giliran ngalah dulu deh duduknya di tempat duduk lain.


Sebenarnya, kalau diperhatikan, letak perpustakaan BCH sudah terlihat dari pintu besar yang memberi penampakan amphitheater bagi kita. Namun saat itu terdapat semacam penghalang jalan buat masuk lewat amphitheater. Jadi mending lewat pintu kecil ajalah ya : )

Jadi, gimana nih, kamu tertarik buat berkunjung dan baca buku di sana? Atau sudah pernah berkunjung dan mau ke sana lagi?