05 February 2023

Tahan Jari Daripada Celakai Diri
Ilustrasi orang bermain media sosial/Canva

Media sosial merupakan hal yang biasa kita gunakan dalam keseharian. Terutama bagi kita yang terbiasa dengan ponsel yang di dalamnya terunduh beberapa aplikasi media sosial, seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, dan sebagainya. Meski tidak semua aplikasi media sosial diunduh, setidaknya ada satu aplikasi yang diunduh di ponsel setiap orang, misalnya WhatsApp.

Keberadaan aplikasi-aplikasi ini seolah menjadi sebuah keharusan karena beragam aktivitas kita yang berkaitan dengan media sosial tersebut. Seperti kegiatan perkuliahan yang mengharuskan kita membuat grup kelas di WhatsApp, atau kegiatan berjualan yang mengharuskan kita membuat konten di Instagram.

Namun, sesuai namanya, media sosial adalah media yang dimanfaatkan untuk bersosialisasi di dunia maya. Di dalamnya, akan ditemukan manusia dengan beragam karakter yang tersembunyi di balik akunnya. Sayangnya, tidak semua akun dapat menyenangkan kita. Ada  saja yang membuat kita kesal, jengkel, bahkan marah, karena foto, cuitan, atau video yang diposnya.

Selain karena postingan orang lain di media sosial, terkadang amarah juga bisa muncul ketika kita membaca komentar orang lain di suatu postingan. Secara tak sadar, komentar mereka justru membawa kita ikut emosi dan tak mampu menahan jari untuk berkomentar.

Di lain waktu, kita bisa saja menjadi si pelaku yang membuat orang lain kesal tanpa disadari diri. Atau bahkan, melampiaskan kekesalan yang dialami di dunia nyata ke dunia maya. Entah dengan foto, video, atau kalimat yang dipublikasikan di media sosial baik sebagai postingan atau komentar.

Ketika berada di salah satu posisi di antara ketiganya, hendaknya kita menahan jari untuk melakukan apa pun di media sosial, terlebih sampai menghina seseorang, lembaga, agama, atau ras tertentu. Ingatlah kembali bahwa media sosial adalah media publik yang bisa dilihat oleh ribuan orang. Sehingga ketika kita hendak menghina siapa pun, sama saja artinya kita harus siap menghadapi celaka di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan ketika seseorang menghina orang lain di media sosial, maka dapat menimbulkan adu domba di dunia nyata. Yang jelas akan memicu pertengkaran di antara orang-orang yang terlibat, termasuk si pelaku yang menghina tersebut. Pada akhirnya, hidup si pelaku tidak akan tenang karena terus dibayangi permusuhan dalam hidupnya.

Alasan lainnya adalah karena media sosial meninggalkan jejak digital yang kuat. Dan ketika seseorang menghina melalui media sosial, akunnya akan dinilai buruk oleh orang lain, baik yang dikenalnya maupun tidak. Hal ini juga akan berdampak ketika pelaku melamar kerja atau bekerja sama dengan brand tertentu. Karena jejak digital juga bisa menjadi faktor diterima atau tidaknya seorang calon karyawan di sebuah perusahaan. Lalu misalnya ketika hinaan itu berkaitan dengan tokoh publik dan viral, warganet bisa mengecamnya dengan makian yang mungkin tak kalah buruk, yang berujung dengan terganggunya psikologis orang tersebut. Bahkan, mungkin juga ada yang sampai menyangkutpautkan dengan keluarga pelaku, yang sebenarnya tidak tahu-menahu tentang penghinaan tersebut.

Belakangan ini, kasus penghinaan di media sosial juga banyak diadukan pada pihak berwajib, yakni kantor polisi. Ujungnya, pelaku harus melewati proses hukum yang berlaku dan berkemungkinan harus mendekam di balik jeruji besi.

Barangkali, masih ada kerugian-kerugian lain yang bisa terjadi akibat melontarkan hinaan di media sosial. Padahal, hinaan baik di dunia nyata maupun dunia maya, sama-sama tidak dapat dibenarkan. Dan hendaknya alasan-alasan tersebut dapat menjadi refleksi bagi kita untuk tak buru-buru melampiaskan emosi dalam bentuk hinaan di media sosial. Karena selain mencelakai diri, hal ini juga menjadi kekecewaan bagi orang-orang terdekat yang kita sayangi.


- tulisan ini versi asli dari tulisan yang pernah dimuat di epaper Media Indonesia edisi 3 Desember 2022 dengan judul "Tahan Jari Kalau Tidak Mau Masuk Bui"

16 January 2023

Apa Artinya Wastafel Tanpa Air?
Ilustrasi wastafel/Canva

Selama pandemi, protokol kesehatan terus disuarakan. Protokol kesehatan tersebut terdiri dari memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Karena peringatan protokol kesehatan ini, berbagai pihak berlomba-lomba untuk mendukungnya dengan membagikan masker kepada masyarakat dan mendirikan wastafel atau tempat mencuci tangan di tempat-tempat umum. Seperti pasar, taman, sekolah, tempat wisata, dan lain sebagainya. Diharapkan dengan melakukan hal-hal ini, masyarakat bisa ikut patuh menjalankan protokol kesehatan.

Pada awal masa pandemi, wastafel-wastafel tersebut hampir selalu terisi air dan menyediakan sabun cair yang memadai. Intinya, wastafel masih terpantau aman, bersih, dan berfungsi dengan baik. Namun, kian hari wastafel itu tidak berfungsi seperti semula. Di tempat-tempat umum, tak jarang ditemukan wastafel yang rupanya tak mengeluarkan air ketika keran dinyalakan. Di lain tempat, ada pula yang botol sabunnya rusak, atau pipa air yang berlubang. Lebih parah lagi, ada pula wastafel yang sudah dilepas (ditiadakan), tepat dua setengah tahun setelah wastafel itu didirikan.

Hal ini terjadi barangkali karena masyarakat telah merasa aman dari virus corona. Terlebih, ketika dikabarkan bahwa kasus virus corona mengalami penurunan dan semua aktivitas publik kembali diaktifkan. Wah, rasanya sudah bisa bernapas lega!

Tapi nyatanya, belakangan ini pemerintah kembali menerapkan PPKM di Indonesia karena kasus virus corona yang kembali melonjak. Lalu jika virus corona itu masih ada, apakah tidak ada niatan bagi pemerintah atau pihak yang mendirikan wastafel-wastafel itu untuk memperbaiki wastafelnya? Membuat wastafel kembali berfungsi seperti semula agar masyarkat sudi untuk mencuci tangan lagi?

Ya, katanya, kan, covid itu masih ada. Protokol kesehatan juga masih diberlakukan. Tapi jika wastafelnya tidak memadai, yakin masyarakat masih mau mencuci tangan? Masih mau virus corona tersebar lebih luas lagi?

Sebenarnya, negara itu pasti kan ingin memiliki masyarakat yang sehat. Dan mencuci tangan adalah salah satu cara untuk “menyehatkan” manusia. Setidaknya mencuci tangan ketika sebelum dan sesudah makan. Tapi apa harus dilanda pandemi dulu, baru wastafel didirikan di tempat-tempat umum? Apa harus kasus covid melonjak dulu, baru wastafel diperbaiki?

Seandainya sedari dulu, wastafel itu sudah didirikan di berbagai tempat dan terawat, barangkali masyarakat Indonesia juga menjadi masyarakat yang sehat. Toh banyak orang juga kok yang menyadari bahwa cuci tangan itu penting.

Contoh kecilnya begini. Ketika seseorang hendak makan tapi sebelumnya baru saja menyentuh sepatu yang dipakainya, sebenarnya ia sadar bahwa tangannya kotor. Tapi karena tidak ada tempat mencuci tangan, ia langsung makan tanpa mencuci tangan terlebih dulu.

Tapi ya sudah, sekarang sudah masanya pandemi. Meski memang dulu tidak ada wastafel di tempat-tempat umum, setidaknya wastafel-wastafel yang ada sekarang masih bisa diperbaiki. Tidak ada kata terlambat untuk memulai, bukan? Maka jika ingin Indonesia menjadi negara yang sehat, membangun dan memperbaiki wastafel-wastafel di tempat umum adalah salah satu langkah kecil untuk menuju masyarakat yang sehat.



- tulisan ini versi asli dari tulisan yang pernah dimuat di epaper Media Indonesia edisi 29 November 2022 dengan judul yang sama

27 November 2022

Jaga Kesehatan Mulai dari Membawa Air Minum Sendiri

Hampir tiga tahun sudah, virus corona merajalela di Indonesia. Awal kedatangannya membuat panik seluruh warga Indonesia hingga menimbulkan penimbunan masker dan panic buying. Hal ini dikarenakan virus corona dikenal sebagai virus yang mematikan dan mudah menular, sehingga masyarakat membeli masker, hand sanitizer, dan kebutuhan pokok sebanyak-banyaknya sebagai persediaan stok di rumah masing-masing ketika menjalani karantina.

Dua tahun setelah kedatangan virus corona, aturan terkait protokol kesehatan di Indonesia mulai dilonggarkan. Meski seiring waktu, muncul varian-varian baru dari virus corona yang konon lebih mematikan dan lebih cepat menular. Korban jiwa akibat virus corona pun terus bertambah meski kabarnya tak sesanter ketika pertama kali virus corona tiba di Indonesia. Dan kini, kasus virus corona dikabarkan meningkat sehingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kembali diterapkan di seluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 8 November 2022. Oleh karenanya, kita sebagai masyarakat kembali digalakkan untuk menjalankan protokol kesehatan.

Namun, sebenarnya ada cara lain untuk menjaga kesehatan di samping dengan menjalankan protokol kesehatan. Yaitu rutin minum air putih. Seperti yang sudah kita tahu, rutin minum air putih adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan. Pengetahuan ini sudah banyak tersebar sebelum pandemi melanda. Oleh karenanya, tak jarang kita menemukan para ibu yang selalu membekali sebotol air minum bagi anaknya untuk diminum di sekolah.

Baca juga: Tahu Pocong

Selain ke sekolah, membawa air minum juga menjadi salah satu kewajiban ketika bepergian ke luar rumah. Misalnya ketika berwisata, menginap, mendaki, dan aktivitas lainnya. Karena aktivitas-aktivitas seperti itu tentu akan melelahkan dan membuat tubuh dehidrasi sehingga kita membutuhkan cairan bagi tubuh. Dan dengan membawa air minum, kita tidak perlu repot-repot mencari warung terdekat atau menunggu pedagang asongan yang menawarkan minuman dengan harga relatif mahal, karena berada di daerah wisata.

Di sisi lain, dengan membawa air minum sendiri, setidaknya kita tidak perlu meminta air minum milik teman sehingga meminimalisir penularan kuman lewat mulut. Terlebih jika ternyata teman kita sedang batuk atau tidak enak badan tanpa kita ketahui. Karena seperti dilansir dari halodoc.com, bahwa mulut adalah salah satu bagian tubuh yang ditempati banyak bakteri dan kuman.

Sedangkan dari sisi lingkungan, membawa air minum sendiri dengan botol minum, akan menekan penggunaan plastik. Jelas hal ini sangat ramah lingkungan dan secara tidak langsung, kita telah turut menjaga bumi tercinta ini. Bayangkan jika semua penduduk bumi menggunakan air minum dengan botol plastik sekali pakai, sudah seberapa banyak sampah plastik yang terkumpul dalam satu hari? Itu pun baru sampah botol minum plastik saja. Belum lagi dengan sampah-sampah plastik dari kemasan makanan, pembungkus barang, dan lain sebagainya.

Tiga alasan di atas barangkali bisa jadi motivasi bagi kita untuk mulai membawa air minum sendiri. Dan dengan langkah kecil ini, setidaknya kita bisa menjaga kesehatan diri, kesehatan orang lain, juga kesehatan bumi.

11 September 2022

Shopee 9.9, Bosan Tapi Menguntungkan

Hampir setiap bulan, bahkan setiap hari, iklan Shopee menghiasi layar kaca televisi. Dengan bintang iklan dan tema yang berbeda-beda, marketplace dengan warna dasar oranye itu tak bosan-bosannya menyajikan iklan yang pada intinya sama, menawarkan gratis ongkos kirim (ongkir) dan diskon pada sebagian produknya.

Salah satu program Shopee yang sering diiklankan adalah program gratis ongkir dan diskon pada angka tanggal dan bulan yang sama di setiap bulannya. Misalnya 1.1 (1 Januari), 2.2 (2 Februari), 3.3 (3 Maret), dan seterusnya hingga berulang lagi ke program 1.1.

Awalnya, saya mengira bahwa program Shopee 9.9 berawal dari tahun 2019. Namun setelah saya cari tahu, rupanya program ini telah berjalan sejak 2018 berdasarkan artikel yang saya temui berjudul Program Shopee 9.9 Super Shopping Day Catatkan Rekor Penjualan dalam suara.com. Saya menyimpulkan program ini berlangsung dari tahun 2019, karena memang baru melihat iklan program tersebut di tahun 2019. Sedangkan di tahun 2018, saya memang jarang di rumah karena harus merantau ke pesantren sehingga tidak bisa menonton televisi.

Setelah beberapa bulan iklan tersebut saya temui di sela-sela program televisi, kadang terbesit rasa bosan. Karena terpikir, bahwa itu adalah iklan dengan penawaran yang sama dan tertebak alurnya. Bulan ini pasti 1.1, bulan berikutnya 2.2, dan seterusnya. Mengapa harus berganti-ganti iklan di setiap bulannya? Toh setiap hari pun ada saja voucher gratis ongkirnya. Kenapa harus ada program 9.9? Padahal hal yang ditawarkan juga sama saja.

Suatu ketika, secara kebetulan, saya check out sebuah buku di Shopee di tanggal 6 Juni (6.6) tahun 2020. Dan, hei, buku itu bisa saya dapatkan dengan setengah harga! Tak main-main. Buku yang pada awalnya berharga 64.000, bisa saya check out dengan harga sekitar 34.132 saja.

Baca juga: Jaga Kesehatan Mulai dari Membawa Air Minum Sendiri

Awalnya, buku tersebut telah diskon sehingga harganya menjadi 44.800 di katalog. Lalu terdapat voucher potongan harga sebesar 10.000 pada toko penjual yang merupakan official store dari penerbit buku tersebut. Berawal iseng, saya mengklaim voucher tersebut dan langsung digunakan untuk check out buku. Harga tersebut makin dipotong dengan adanya voucher gratis ongkir dan menukar koin Shopee yang dimiliki. Akhirnya, jadilah saya hanya harus mengeluarkan uang sebesar 34.132 untuk membeli buku tersebut.

Hari berganti hari, sesekali saya masih belanja di Shopee. Sampai di tahun berikutnya, saya baru tersadar apa perbedaan gratis ongkir di hari-hari biasa dibanding gratis ongkir pada event Shopee 9.9 dan sejenisnya.

Di hari-hari biasa, voucher gratis ongkir yang ditawarkan biasanya bersyaratkan minimal belanja dengan nominal tertentu. Misalnya minimal belanja 30.000, 50.000, 100.000, atau mungkin lebih tinggi lagi. Ditambah, ada syarat untuk metode pembayaran tertentu. Dan metode pembayaran yang paling sering saya temui pada syarat voucher gratis ongkir adalah ShopeePay, COD dan Shopee PayLater.

Berbalik dengan itu, dalam event Shopee 9.9 dan sejenisnya, voucher gratis ongkir yang ditawarkan justru memberi persyaratan yang lebih mudah. Voucher gratis ongkir bisa didapat dengan minimal belanja nol rupiah (tanpa minimal belanja) dan tanpa persyaratan metode pembayaran tertentu. Selain itu, terkadang ada juga voucher cashback untuk toko-toko yang terdaftar di Shopee Mall dengan persentasi yang beragam. Belum lagi ada flash sale produk pada jam-jam tertentu yang harganya bisa hanya Rp 1000. Meskipun, saya belum mencoba membeli produk flash sale sih. Hehe.

Namun di iklan, mungkin kamu pernah mendengar kalimat "gratis ongkir di semua toko". Kata semua di sini, sebenarnya tidak benar-benar untuk semua toko. Melainkan untuk toko-toko yang bertanda gratis ongkir pada katalog Shopee. Di mana tanda gratis ongkir tersebut bisa dilihat di sudut kiri bawah pada setiap produk yang ditampilkan dalam katalog. Jadi ya, mulai sekarang, tidak perlu heran lagi jika suatu ketika kamu membeli barang namun dengan ongkir yang tetap dihitung.

Ket. :
Kotak hijau : produk dengan bertanda gratis ongkir
Kotak merah : produk tanpa bertanda gratis ongkir

Berbulan-bulan setelah saya setia menjadi pengguna Shopee, membuat saya terkadang menunda membeli barang jika saat itu mendekati program Shopee 9.9 dan sejenisnya. Ya, mengincar apalagi? Tentu saja voucher gratis ongkir yang lebih mudah persyaratannya dan voucher diskonnya yang lebih besar nominalnya. Meski begitu, porsi belanja juga tetap harus dijaga. Tidak setiap ada event Shopee 9.9 selalu saya gunakan untuk belanja. Jadi tetap memprioritaskan hal-hal yang dibutuhkan dalam belanja dibanding yang diinginkan. Selama barang yang ingin dibeli itu sifatnya tidak terlalu darurat dan kurang dibutuhkan, saya lebih memilih menunda pembelian itu. Terlebih, jika ada hal yang lebih mendesak yang lebih harus menggunakan uang.

Tetap bijak dalam berbelanja ya, Kawan.

Download Shopee sekarang!



28 July 2022

Tiga Fakta Jarimatika

"Satu tambah satu, berapa?" tanya seorang kawan dengan menunjukkan jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanannya.

"Sebelas," jawabku.

Pertanyaan seperti yang ada di atas, mungkin bukanlah pertanyaan yang asing lagi bagi kamu. Barangkali, kamu menjawab dua. Karena dari pertanyaannya, hasilnya adalah dua secara logika. Ada juga yang menjawab sebelas, karena dua telunjuk yang ditunjukkan kawan tersebut menyerupai dua buah angka satu yang berjejer sehingga terlihat seperti angka sebelas.

Namun baru belakangan ini, aku menyadari bahwa jawaban "sebelas" dari pertanyaan tersebut bukan hanya karena dua buah telunjuk yang menyerupai angka sebelas. Melainkan, ada teori hitungannya.

Kamu mungkin pernah mendengar istilah "Jarimatika" yang merupakan singkatan dari "Jari dan Matematika." Konon, Jarimatika ini dikembangkan oleh Septi Peni Wulandani pada tahun 2000 hingga 2003. Hal ini bermula ketika beliau melihat anaknya kesulitan berhitung dengan menggunakan semua jari tangan dan kakinya. Sampai akhirnya, metode ini dipublikasi pada tahun 2003 dengan terbitnya buku berjudul Jarimatika, Penambahan dan Pengurangan.

Jika sedari kecil kita diajari metode berhitung sepuluh jari dan semuanya adalah satuan, lain halnya dengan metode Jarimatika. Dalam Jarimatika, hanya jari-jari tangan kanan saja yang dihitung sebagai satuan. Sedangkan jari-jari tangan kiri dihitung sebagai puluhan. Berikut rinciannya :

Tangan Kanan

  • Angka 1 diwakili oleh jari telunjuk tangan kanan
  • Angka 2 diwakili oleh jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
  • Angka 3 diwakili oleh jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kanan
  • Angka 4 diwakili oleh jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking tangan kanan
  • Angka 5 diwakili oleh jari jempol tangan kanan
  • Angka 6 diwakili oleh jari jempol dan jari telunjuk tangan kanan
  • Angka 7 diwakili oleh jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
  • Angka 8 diwakili oleh jari jempol, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kanan
  • Angka 9 diwakili oleh kelima jari tangan kanan

Tangan Kiri

  • Angka 10 diwakili oleh jari telunjuk tangan kiri
  • Angka 20 diwakili oleh jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri
  • Angka 30 diwakili oleh jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kiri
  • Angka 40 diwakili oleh jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking tangan kiri
  • Angka 50 diwakili oleh jari jempol tangan kiri
  • Angka 60 diwakili oleh jari jempol dan jari telunjuk tangan kiri
  • Angka 70 diwakili oleh jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri
  • Angka 80 diwakili oleh jari jempol, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kiri
  • Angka 90 diwakili oleh kelima jari tangan kiri

Dari rincian di atas, silakan kamu perhatikan pada angka 10 dan 1. Di mana angka 10 diwakili oleh jari telunjuk tangan kiri dan angka 1 diwakili oleh jari telunjuk tangan kanan. Nah, sekarang, coba praktikan dengan petunjuk tersebut.

Bagaimana? Apa sudah ditemukan jawabannya?

Ya. Teori perhitungan yang kumaksud adalah dengan menggunakan metode Jarimatika.

Maka, tebak-tebakkan "satu tambah satu" dengan menunjukkan jari telunjuk tangan kanan dan jari telunjuk tangan kiri, bukanlah sembarang tebak-tebakkan. Lebih dari itu, tebak-tebakkan ini seolah memancing kita untuk, "Lihat apa yang aku tunjukkan!". Bukan "Dengar apa yang saya katakan!". Ya, seandainya semua orang tahu.

Baca juga: Pecinta Buku, Yuk ke Perpus BCH!

Jadi, jawaban "sebelas" atas pertanyaan itu bisa dikatakan benar bukan hanya karena tampaknya, tapi juga dari teori perhitungannya.

Eits, pembahasan tidak sampai di situ saja. Judul tulisan ini, "Tiga Fakta Jarimatika", bukan? Maka hal di atas itu baru satu fakta saja. Dua sisanya, belum disampaikan.

Sekarang, perhatikan angka 90 dan angka 9. Di mana angka 90 diwakilkan oleh kelima jari  tangan kiri dan angka 9 diwakilkan oleh kelima jari tangan kanan. Hal ini sama saja berarti kamu harus membuka kesepuluh jari pada kedua tangan.

Nah, jika 90 dan 9 dijumlahkan, hasilnya menjadi 99, bukan? Dalam Islam, 99 itu adalah jumlah asmaul husna. Hal ini mengingatkanku pada perkataan orang-orang yang menyatakan bahwa pada telapak tangan kiri, terdapat garis tangan yang menggambarkan angka 81 dengan tulisan Arab. Sedangkan pada tangan kanan, terdapat garis tangan yang menggambarkan angka 18 dengan tulisan Arab pula. Jika kedua angka ini dijumlahkan, maka hasilnya adalah 99. Sama seperti hitungan Jarimatika. Kok, bisa sama seperti ini ya? Seolah mengisyaratkan bahwa dalam kedua tangan kita memang mengandung 99 nama-Nya.

Lanjut, ke fakta Jarimatika yang ketiga.

Kamu mungkin pernah mendengar hotel bintang lima? Katanya, hotel bintang lima itu adalah hotel yang memiliki fasilitas paling lengkap dan mewah.

Atau, kamu juga pernah belanja di Shopee dan memberi penilaian rating lima yang merupakan penilaian terbaik kepada penjual atas barang yang sudah kita beli?

Omong-omong, kenapa angka 5, ya? Kenapa angka 5 yang menjadi ukuran tertinggi dan terbagus?

Jika dikaitkan dengan Jarimatika, angka 5 itu diwakili oleh jari jempol tangan kanan. Dan sebagaimana yang kita tahu, jari jempol tangan kanan juga seringkali menjadi sebuah simbol penilaian yang bagus. Misalnya, seseorang berkata, "Saya kasih kamu jempol" sembari menunjukkan jari jempol tangan kanannya yang mengartikan bahwa orang yang mengucapkan tersebut memberi penilaian bagus kepada seseorang.

Lo, lo, kok bisa ya? Apa angka lima sebagai penilaian terbaik itu memang benar ada hubungannya dengan Jarimatika? Atau ada alasan lain? Tapi kalau dikaitkan lagi dengan Islam, 5 itu adalah jumlah salat dalam sehari dan rukun Islam. Barangkali, kalau melaksanakan salat 5 waktu setiap hari dan melaksanakan seluruh rukun Islam, kamu akan mendapatkan penilaian terbaik juga dari Sang Maha Mengetahui.

Wallahu 'alam.


Sumber : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jarimatika

14 February 2022

Jangan Follow Akun Tokoh Publik! Kalau ...

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa hampir setiap tokoh publik memiliki akun media sosial. Termasuk juga pejabat, selebritis, penulis, motivator, pendakwah, dan macam-macam tokoh publik lainnya. Bahkan, banyak di antaranya yang memiliki ribuan hingga jutaan pengikut. Baik akun pribadi, akun berita, akun gosip, akun brand, dan tak jarang, akun haters pun mengikutinya. Lebih tepatnya, haters yang menyamar jadi followers. Karena di media sosial, kan, gak ada pembagian antara haters dan followers. Adanya, followers dan following. Hehe.

Tapi, kenapa sih, kok bisa ada haters? Haters itu apa?

Haters itu--mungkin kamu sudah mengetahuinya juga-- berarti 'para pembenci'. Asal katanya, hate yang berarti 'benci'. Kemudian ditambah 'r' menjadi hater yang berarti orang yang membenci. Lalu karena jumlahnya banyak, ditambah 's' yang menandakan jamak sehingga menjadi haters yang berarti 'para pembenci' atau 'orang-orang yang membenci'.

Biasanya, haters ini suka mengomentari si tokoh publik dengan komentar-komentar yang negatif atau kurang pantas. Pokoknya, apa saja yang dilakukan si tokoh publik, ada saja komentar negatif darinya.

Lalu, siapa sih haters itu?

Haters di media sosial itu, tak lain adalah orang-orang yang bermain internet. Ya, manusia juga pastinya. Bahkan bisa jadi kita termasuk di dalamnya. Tapi semoga tidak. Karena tentu tidak semua netizen (pengguna atau warga internet) dibilang haters si tokoh publik. Buktinya, masih ada orang-orang yang mengagumi si tokoh publik dengan cara positif. Misalnya, ia mendukung dan turut mendoakannya, meski sekadar lewat virtual.

Nah, sekarang pertanyaannya, kenapa orang-orang menjadi haters si tokoh publik? Apa penyebabnya?

Barangkali, ada banyak alasan mengapa seseorang membenci orang lain. Namun berdasarkan pengamatanku pribadi, setidaknya ada dua hal yang menjadi sebab mengapa netizen membenci seseorang di dunia maya. Pada tulisan ini, fokuskanlah ke seorang tokoh publik

Yang pertama, yaitu karena kekayaan, prestasi, atau sikap si tokoh publik.

Tak jarang, kekayaan, prestasi, dan sikap seorang tokoh publik disorot media. Dan karena hal itu, sebagian orang merasa iri kepada si tokoh publik. Akibatnya, tak sedikit orang yang tanpa sadar mengekspresikan rasa irinya itu dengan komentar-komentar negatif berupa hujatan.

Yang kedua, yaitu karena pengaruh dari netizen yang menjadi komentator akun si tokoh publik.

Ketika melihat postingan seorang tokoh publik, barangkali seseorang merasa biasa saja. Namun begitu melihat komentar-komentar netizen yang berupa hujatan, orang itu bisa saja ikut terpengaruh sehingga ikut menghujat juga meski ia tidak tahu kebenaran yang sebenarnya.

Sejujurnya, dua hal di atas adalah alasan yang tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, rasa tidak suka atau benci seseorang akibat dorongan dari diri sendiri atau pengaruh dari orang lain, bisa muncul kapan saja. Maka untuk meminimalisirnya, sebaiknya kita tidak perlu follow akun tokoh publik jika belum bisa merespon prestasi dan kekayaan mereka secara positif, juga mudah terpengaruh komentar atau pikiran orang lain. Karena dengan TIDAK MENGIKUTI media sosial mereka, kita bisa meminimalisir terlontarnya komentar-komentar negatif lewat tulisan dan meminimalisir terpengaruhnya pikiran oleh komentar-komentar negatif orang lain.

Selain itu, kita juga belajar untuk menjaga kesehatan mental dengan tidak membenci atau iri pada orang lain. Toh makin membenci, hidup juga tidak makin tenang, kan?